KREUNG RAYA – Menangkap ikan dengan menggunakan bom di Lhok Krueng Raya, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, akan didenda 10 juta rupiah.
Keputusan tersebut tertuang dalam kesepakatan bersama tentang Peraturan hukom adat laot dalam wilayah kelola hukom adat laot (WK-HAL) Lhok Krueng Raya, yang ditandatangani bersama pada 25 Agustus 2019.
Hukum adat laot ini ditandatangani Panglima Laot Lhok Krueng Raya bersama Panglima Laot Kabupaten Aceh Besar, Imeum Mukim Krueng Raya, para keuchik-keuchik di pesisir mukim Krueng Raya dan Panglima Laot Lhok perbatasan serta nelayan dalam lingkungan lhok krueng Raya Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Mereka menyepakati denda 10 juta rupiah bagi pihak-pihak yang menangkap ikan dengan menggunakan bom, pembiusan dan kompresor dalam kawasan wilayah kelola masyarakat hukom adat laot setempat.
Dalam aturan tersebut, pasal 18 keputusan tersebut menyatakan bahwa dilarang menangkap ikan dengan alat tagkapan tidak ramah lingkungan dalam wilayah kelola hukom adat Laot Lhok Krueng Raya, seperti dengan cara pengeboman, pembiusan, dan penyelaman menggunakan kompresor.
Poin dua menyebutkan dilarang melakukan penangkapan ikan dengan menyelam di dalam wilayah kelola hukom adat laot Lhok Kreung Raya mulai dari batasan pinggir pantai sampai 3 mil laut, batas arah barat aron dawa atau berbatasan dengan Gampong Ladong dan sebelah timur dengan ujung Tungku.
“Denda 10 juta rupiah yang dikenakan kepada pelanggar bukan serta merta, tetapi secara berjenjang,” kata Pawang Imran, Panglima Laot Lhok Krueng Raya.
“Kita akan lakukan langkah persuasif terlebih dahulu seperti teguran lisan, teguran tulisan. Upaya terkahir, jika masih terjadi pengulangan adalah kami akan menyita alat tangkap dan denda 10 juta rupiah. Kami tetap berharap, keputusan ini dihormati dan tidak ada yang melanggar demi anak cucu kita kedepan,” ujarnya lagi.
Imran menambahkan, pihaknya sudah berhasil merumuskan peraturan hukom adat laot lhok krueng raya, yang memang sudah berlangsung turun temurun, namun selama ini tidak tertulis.
“Kami menyampaikan terima kasih kepada Tim Pengabdi LPPM Universitas Syiah Kuala, terutama kepada Dr. Teuku Muttaqin Mansur, Dr. M. Adli Abdullah, dan Dr. Sulaiman Tripa yang telah memfasilitasi dan membantu kami menyusun peraturan adat tersebut. Kami juga berterima kasih kepada Rahmi Fajri, Sekjen Jaringan Kuala Aceh dan Teuku Multazam, MT, Direktur Lepten Aceh yang ikut mendampingi tim pengabdi Unsyiah,” katanya lagi. []