Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh sejatinya adalah wakil rakyat. Mereka menjadi tangan dan mata rakyat di parlemen. Mengawasi anggaran serta membuat kebijakan-kebijakan yang pro pada rakyat pula.
Namun hal ini sepertinya sulit dicari pada DPR Aceh periode 2019-2024 nanti. Mereka ibarat singa yang sedang tertidur pulas tapi tak kunjung bangun.
DPR Aceh periode 2019-2024 sejatinya sudah dilantik sejak 30 September 2019 lalu. Namun berbulan-bulan, mereka justru diselimuti konflik internal hingga membuat para wakil rakyat itu menghabiskan energy untuk hal-hal yang remeh temeh.
Usai dilantik, mereka berubah jadi elit kantoran. Mereka datang, baca koran serta pulang. Atau paling tinggi adalah menyambut Timses masing-masing yang datang ke kota dengan jamuan di rumah makan atau ngopi bersama di Warkop-Warkop seputaran Kota Banda Aceh.
Minim kerja hingga akhir Desember lalu, mungkin masih bisa ditoleril. Ini karena mereka memiliki alasan yang cukup kuat, yaitu alat kelengkapan dewan (AKD) belum terbentuk. Namun kini AKD sudah terbentuk, tapi kerja dewan secara organisasi tetap masih terlihat melempem.
Ada banyak persoalan yang dilewati oleh DPR Aceh. Janji mereka untuk memanggil SKPA terkait banyaknya mata anggaran di APBA Perubahan 2019 yang bermasalah, ternyata tak kunjung dilakukan. Mereka masih mengelak dengan retorika-retorika politik belaka.
Demikian juga poin-poin bermasalah yang ditemukan dalam APBA 2020. DPR Aceh juga tak menunjukan sikap yang tegas. Mereka masih tidur.
Harusnya poin ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan terhadap uang rakyat. Rakyat tak butuh logika logika politik tapi kerja nyata.
Demikian juga soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Panwaslih. DPR Aceh seakan tak peduli. Padahal ini berimbas pada kewenangan dan kekhususan Aceh sebagaimana yang tercantum dalam UUPA dan qanun Aceh.
Jangankan berharap UUPA disempurnakan melalui Prolegnas, tapi kewenangan yang sudah ada justru tercopot satu persatu. Anehnya, DPR Aceh justru diam seribu bahasa.
Akhir tahun lalu, DPR Aceh berjanji akan kritis pada setiap kebijakan eksekutif yang salah dan tidak pro rakyat. Namun sikap ini belum ada tanda tanda akan diwujudkan.
Sikap diamnya DPR Aceh ini patut dicurigai. Jangan-jangan mereka juga mendapat ‘tumpukan’ yang sama di APBA 2020 yang bermasalah ini.
DPR Aceh jangan hanya sibuk dengan serangkaian seremonial belaka. Jangan hanya sibuk dengan agenda potong pita dan terima tamu, tapi lupa dengan janji dan tugasnya sebagai wakil rakyat di parlemen.
Jangan seperti Ashabul Kahfi. Memilih tidur saat kezaliman dianggap tak mampu dibendung. Kalau dulu di gua, kini di gedung ber-AC.