Jakarta – Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al Haytar mengadakan pertemuan khusus dengan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada Kamis 13 Januari 2020 di Istana Negara, Jakarta.
Pada pertemuan yang berlangsung tertutup itu, Wali Nanggroe menyampaikan beberapa persoalan terkait belum terimplementasinya butir-butir perjanjian MoU Helsinki. “Beberapa hal dalam naskah perjanjian antara Pemerintah RI dengan GAM belum diselesaikan. Kita berharap persoalan itu segera dituntaskan,” kata Wali Nanggroe kepada Jokowi seperti yang disampaikan oleh Ketua DPRA H. Dahlan Jamaluddin yang ikut langsung dalam pertemuan tersebut.
Selain Dahlan, Wali Nanggroe juga didampingi sejumlah petinggi KPA yaitu, H. Muzakir Manaf atau Mualem, Darwis Jeunieb dan Aiyub Abbas yang juga Bupati Pidie Jaya, serta Staf Khusus Wali Nanggroe DR. Rafiq.
Sementara Presiden Jokowi didampingi oleh Kepala Staf Kepresidenan(KSP) Moeldoko dan Ketua Wantimpres, Wiranto.
“Perdamaian Aceh sudah berlalu 15 tahun, ada beberapa poin di MoU (Helsinki tahun 2005) yang belum selesai. Kami harap supaya pemerintah selesaikan semuanya supaya berjalan dengan baik,” kata Wali Nanggroe.
Beberapa poin MoU yang belum selesai kata Wali Nanggroe Misalnya soal bendera dan lambang, persoalan tapal batas Aceh, pertanahan, dan beberapa poin-poin lain sesuai yang tertera dalam perjanjian MoU Helsinki. “Ini harus diperhatikan bersama bagaimana untuk selesaikan semuanya,” kata Wali Nanggroe kepada Presiden Jokowi
“Masalah investasi juga. Karena kadang-kadang ada persepsi regulasi yang nggak sejalan dengan daerah dan pusat. Ini harus diselesaikan,” kata Wali Nanggroe.
Sementara itu Ketua KPA H. Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem juga menyampaikan beberapa hal terkait kondisi kekinian para mantan kombatan GAM kepada Presiden Jokowi. “Terkait masalah tanah yang dijanjikan pada mantan kombatan GAM, ini juga belum selesai,” kata Mualem.
Selain itu, Mualem juga menyampaikan terkait peningkatan kesejahteraan mantan kombatan GAM secara khusus dan kesejarahteraan ekonomi masyarakat Aceh secara umum.
“Saya selaku Ketua DPRA menyampaikan persoalan dinamika pemerintahan yang saat ini terjadi di Aceh,” kata Dahlan.
Dahlan menjelaskan, Presiden Jokowi mengaku akan memberikan jawaban dari hasil pertemuan tersebut dalam waktu tiga bulan ke depan. “Presiden memerintahkan KSP Moeldoko untuk mengkoordinasikan pertemuan-pertemuan selanjutnya, untuk membahas terkait implementasi MoU Helsinki dan pembangunan Aceh.”
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko pada kesempatan itu mengatakan, dalam tiga bulan ke depan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan tim Aceh untuk menemukan formula agar ada solusi terkait dengan harapan masyarakat Aceh.
Mewakili Presiden, Muldoko juga menanggapi terkait harapan pembangunan dan ekonomi Aceh yang belum signifikan dalam 15 tahun perjanjian damai antara RI dan GAM.
“Dalam 15 tahun ini, kan, pembangunan Aceh juga tidak signifikan, dan masyarakat Aceh merasakan kurang adanya perubahan. Untuk itu, kita akan koordinasi dengan tim yang ada di Aceh untuk membuat langkah-langkah,” kata Moeldoko.[]