BOCAH itu terdiam lama. Ia tak seperti anak-anak seusianya yang senang berlarian dalam keramaian. Wajahnya terlihat murung.
Di antara beberapa anak yang hadir, hanya dia yang berdiam diri. Beberapa kali ia terlihat menunduk. Kemudian menyekat keringat dengan ujung baju. Namanya adalah Farid, berumur 6 tahun.
Farid menyemut di antara tubuh orang dewasa. Sebanyak 14 di antaranya adalah istri dari para nelayan yang kini mendekam di penjara Thailand karena melewati batas negara saat melaut. Selebihnya adalah pria paruh baya.
“Nyan suami lon. Suami lon,” terdengar suara seorang wanita histeris. Ia menangis saat Iskandar Usman Al-Farlaky, anggota DPR Aceh, memperlihat foto-foto para nelayan yang ditahan otoritas Thailand.
Beberapa pria paruh baya ikut berlinang air mata saat melihat curhatan hati para nelayan dari berbagai pelosok Aceh Timur ini. Ada juga yang datang dari Aceh Utara.
Sementara foto tadi diperoleh Iskandar dari jajaran Kemlu serta KBRI di Bangkok. Iskandar terbilang aktif mengadvokasi nasib nelayan Aceh yang terdampar ke negara lain saat melaut.
Pertemuan tersebut berlangsung di ruang UPTD Perikanan Idi, kabupaten Aceh Timur, Kamis 13 Februari 2020.
Suasana hening usai sesi curhatan hati para istri nelayan ini selesai. Petugas dari UPTD Idi menutup acara. Namun tak seorangpun berdiri dan keluar dari ruangan itu. Hanya Farid yang berdiri. Namun ia bukan keluar ruangan. Farid malah maju ke arah depan, tempat Iskandar duduk.
Farid menarik ujung kemeja Iskandar. Prilakunya membuat sejumlah pria paruh baya dan ibu-ibu di sana tersentak. Seorang ibu mencoba menarik Farid untuk kembali ke kursi semula. Namun ia mengelak dan tetap menarik ujung kemeja Iskandar.
“Pak, neupeugah bak ayah adek, saket di rumoh,” ujarnya tiba-tiba.
Perkataan Farid membuat Iskandar tersentak. Ia seperti tak menduga jika anak sekecil itu mengeluarkan kalimat yang halus tapi berisi.
“Adek Via saket,” ujar Farid lagi.
Ayah Farid adalah salah seorang nelayan yang mendekam di Thailand.
Iskandar terlihat tersentuh. Ia merangkul Farid dalam pelukannya.
“Padum umu adek?” tanyanya pada Farid. Namun bocah itu tak menjawabnya.
“Tujoh buleun, Pak Is,” ujar seorang wanita. Iskandar terdiam.
“Meunyoe hana neutem sampaikan, neuba lon bak tempat ayah. Jeut lon sampaikan,” ujar Farid lagi sambil menengadah ke wajah Iskandar.
Iskandar kemudian menyerahkan Farid ke wanita yang datang bersamanya. Matanya terlihat berkaca-kaca.
Menurut Iskandar, pertemuan tersebut diinisiasi oleh keluarga nelayan saat mengetahui dirinya berada di Aceh Timur.
“Para keluarga nelayan ini berharap suami mereka bisa segera dipulangkan. Mereka takut kasus terakhir, dimana ada nelayan kita yang dipulangkan dengan peti mayat. Mereka takut kasus tersebut terulang,” ujarnya.
Mereka berharap Pemerintah Aceh pro aktif dalam mempercepat kepulangan 33 nelayan Aceh yang ditahan di Thailand.
Sebagaimana yang diketahui, sebanyak 33 nelayan asal kabupaten Aceh Timur, provinsi Aceh, kini ditahan Otoritas Thailand akibat melewati batas perairan saat melaut. Sebanyak tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.
“Dalam komunikasi dengan KBRI di Bangkok dan Kemlu, memang benar ada 33 nelayan kita yang ditahan di Thailand. Asal Aceh Timur. 30 lelaki dewasa dan 3 anak-anak. Kemlu dan KBRI pun sudah melakukan langkah advokasi,” kata HM Fadhil Rahmi, senator DPD RI asal Aceh, kepada atjehwatch.com, Kamis siang.
Menurut data yang diperoleh pihaknya, Pada 21 Januari 2020 lalu, Royal Thai Navy (RTN) melakukan penangkapan terhadap 2 kapal berbendera Indonesia, yaitu KM Perkasa dan KM Mahesa yang di dalamnya terdapat 33 WNI. Dari 33 WNI tersebut, 30 WNI merupakan WNI dewasa, sedangkan 3 WNI lainnya merupakan anak di bawah umur.
Setelah penangkapan dilakukan, kedua kapal tersebut ditarik ke markas RTN di pangkalan Thap Lamu, provinsi Phang Ngah, sekitar 9 jam perjalanan dari KRI Songkhla.
“Saat ini, kasus masih berada dalam proses sidik di polisi Phang Ngah dan belum dilimpahkan ke Jaksa. Masa sidik akan memakan waktu 48 hari dan dapat diperpanjang. Terkait dengan jadwal sidang, Otoritas Thailand akan menginfokan KRI Songkhla 1 Minggu sebelum sidang dilakukan.”
“Sebagai informasi, tuduhan yang dijatuhkan ialah pelanggaran UU Perikanan karena kapal dilengkapi alar pencarian ikan berupa trawl, alat navigasi dan sejumlah besar awak kapal untuk ukuran kapal nelayan tradisional sehingga ditemukan bukti kuat adanya pencurian ikan di ZEE Thailand.”
Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan oleh KRI, kata HM Fadhil Rahmi, KRI Songkhla telah memberangkatkan Tim Konsuler ke Phang Nga guna memastikan adanya bantuan kekonsuleran terhadap 33 WNI tersebut pada Kamis, 23 Januari 2020 pagi. Tim Konsuler KRI Songkhla telah tiba di pangkalan Royal Thai Navy untuk menyambut ke-33 WNI tersebut bahkan sebelum proses penarikan kapal selesai dilakukan.
Mayoritas nelayan yang ditahan di Thailand adalah keluarga miskin. Mereka memiliki anak kecil di Aceh Timur. Seperti halnya Farid. []