BANDA ACEH — Penolakan Pemerintah Aceh untuk memberi ulang Dokumen APBA dan Penjabarannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dinilai bisa dimaklumi.
“Dokumen itu, termasuk DPA – SKPA, sebaiknya diberikan jika polemik Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRA sudah berakhir,” kata Ishak Yusuf, Kamis (20/2).
Pembina Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) menilai, dokumen APBA dan penjabarannya memang diperlukan oleh DPRA, termasuk oleh seluruh anggota dewan untuk menjalankan fungsi pengawasan.
“Namun, jika dokumen anggaran itu diberikan ketika AKD DPRA masih belum berjalan karena masih ada polemik, maka dokumen itu hanya berpotensi dijadikan bahan tekanan politik,” katanya.
Penilaian aktivis SMUR itu didasarkan pada pertimbangan bahwa APBA 2020 dihasilkan oleh anggota dewan sebelumnya, sehingga anggota dewan baru lebih memilih mengkritisi ketimbang menerima apa yang sudah diputuskan sebelumnya.
“Aneh juga, masak DPRA tidak menyimpan dokumen APBA 2020 dan penjabarannya, yang dahulu disetujui bersama. Bukankah pemerintah juga menyatakan sudah memberikan pada 6 Januari 2020, kemana dokumen itu?” tanya Ishak.
Ketua Umum Aceh Young Intelektual Forum itu mengajak pimpinan DPRA dan eksekutif untuk mengutamakan kepentingan rakyat, dan jangan mengandalkan kekuasaan yang ada untuk menekan pihak lain.
“Satukan kekuatan untuk memberi yang terbaik bagi rakyat, bek karu hana meupu cap, pakek pikiran bacutlah,” tutup Ishak Yusuf.[]