BANDA ACEH – Manajemen Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) dalam setahun terakhir terus menuai kritikan dan protes dari rakyat Aceh. Protes ini terjadi karena kinerja BPKS yang tidak sebanding lurus dengan gaji dan fasilitas yang didapatkan elitenya.
Pendapatan BPKS sebagai Badan Layanan Umum (BLU) jauh merosot dalam setahun ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Demikian juga alokasi dana APBN BPKS untuk membangun Sabang dan Pulo Aceh, turun drastis dan banyak bintang pula.
“Anehnya, kritik dan protes warga Aceh itu seperti dianggap bagai angin lalu oleh elite BPKS. Beberapa elite BPKS tanpa rasa malu malah berlenggang-lenggok dengan uang rakyat ke luar negeri, ke Singapura, ke Labuan Malaysia, dan baru-baru ke India,” ujar Usman Lamreung, akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar, kepada wartawan, di Banda Aceh, Selasa (25/2/2020).
“Dua gelombang rombongan BPKS ke Singapura dan Labuan tak ada hasil, terkesan seperti jalan-jalan akhir tahun dengan merevisi DIPA agar tersedia dana. Surat Tugaspun ditanda tangan sendiri dan patut diduga melanggar managemen internal BPKS,” katanya.
“Rombongan elite BPKS ke Labuan dipimpin oleh Plt Wakil Kepala, belum ada hasilnya untuk kemajuan Sabang dan Pulo Aceh. Sepertinya hasil nol besar tapi uang rakyat nyata terserap. Tim ke Singapura lebih aneh lagi, kabarnya rombongan di bawah Kepala Unit Pelabuhan, saudara Zulkarnain ini hanya untuk mencari alamat palsu di sana,” kata Usman sambal tertawa.
Usman menambahkan, walaupun mendapat sorotan dan kritikan tajam dari masyarakat kepada Plt. Wakil Kepala BPKS, namun belum ada perubahan kebijakan dalam menyelesaikan berbagai persoalan managemen internal BPKS.
“Beberapa elite BPKS terkesan seperti “pemburu ST” yang tentu saja uang sakunya besar plus hotel berbintang. Bahkan ada elite teras yang memperoleh gaji ganda dari sumber dana negara, satu dari BPKS dan satu lagi dari BPMA. Kalau untuk pegawai rendahan hal ini kabarnya tidak dibenarkan di BPKS. Dalam hal ini bendahara atau juru bayar perlu diperiksa oleh penegak hukum agar keadilan tegak,” ungkap magister UGM Yogyakarta ini.
“Ini terbukti dari sikap elite BPKS, khususnya Plt Wakil Kepala yang masih acap sekali melakukan kunjungan ke luar negeri yang sampai memecahkan rekor di BPKS. Bahkan dalam kunjungan ke India tanggal 16 -20 Februari 2020 kemarin patut diduga ada pelanggaran peraturan anggaran negara, yaitu kegiatannya diduga mendahului ketersediaan anggaran,” ucap mantan pekerja rehab-rekon pasca tsunami di BRR Aceh – Nias ini.
Usman mengaku mendapatkan informasi dan dokumen dari aktivis internal BPKS, yaitu DIPA tahun 2020. “Dalam DIPA 2020 tidak tercantum alokasi anggaran perjalanan ke India, yang banyak dalam DIPA 2020 adalah taburan tanda bintang,” katanya.
“DIPA BPKS Tahun Anggaran 2020 masih perlu ada persetujuan terlebih dahulu dari Dirjen Anggaran dan Bappenas RI sebelum direalisasikan. Namun Plt. Wakil Kepala BPKS tetap berangkat dengan membawa timnya Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi dan Kepala Unit Pelabuhan ke India. Bisa jadi karena anggarannya masih bermasalah sehingga Kepala BPKS Razuardi dan Deputi Komersil tak mau ikut pergi, jangan sampai muncul masalah hukum di kemudian hari,” ujar tokoh muda Aceh Besar ini.
“Kami sangat kecewa dengan kebijakan dan prilaku elite BPKS tersebut yang tidak memiliki rasa malu kepada masyarakat Sabang dan Pulo Aceh. Plt. Wakil Kepala BPKS seharusnya memaparkan dulu hasil kunjungan ke Labuan dan mengimplementasikannya di Sabang dan Pulo Aceh,” desak Usman.
“Plt Wakil Kepala BPKS sebagai penjabat yang tanda tangan ST untuk rombongan “tamasya” ke Singapura juga perlu meminta timnya agar merealisasikan hasil studi banding. Perlu diingat, meraka jalan-jalan pakai uang rakyat, harus ada pertanggungjawaban ke publik dong, beda dengan tamasya dari uang pribadi,” katanya.
Selaku warga Aceh Besar, Usman meminta elite BPKS agar lebih sering berkunjung ke Pulo Aceh. “Di sana ada pelabuhan perikanan besar yang telah dibangun BPKS tapi tak difungsikan, terlantar, sia-sia. Kami meminta agar BPKS membangun industri perikanan di Pulo Aceh untuk kemudian diekspor melalui free port, dan inilah kerja BPKS yang sebenarnya,” kata Usman.
Usman berharap agar Ketua Dewan Pengawas BPKS bersedia memanggil unsur managemen BPKS dan melakukan interograsi terhadap mereka secara terpisah sehingga diketahui kenapa BPKS makin kacau dan bermasalah dalam setahun terakhir.
“Hanya pada Ketua Dewan Pengawas ada harapan pembenahan BPKS sehingga terwujud misi free port dan free trade zone di Sabang dan Pulo Aceh dengan menempatkan ahli-ahli pelabuhan dan perdagangan internasional, Kita semua tahu Ketua Dewas BPKS itu orang besar, pakar ekonomi global dan sudah sangat mapan sehingga bebas kepentingan. Kalau yang lain kita agak pesimis, apa lagi pada mantan pejabat Sabang yang pada masanya menjabat mungkin saja banyak masalah,” pesan Usman. []