NEW DELHI – Seorang polisi India disanjung sebagai pahlawan setelah dengan berani mengadang amukan massa demi menyelamatkan beberapa keluarga selama konflik agama di Delhi.
Kerusuhan di ibu kota itu pecah pada hari Minggu, menewaskan 42 orang dan melukai lebih dari 200 orang.
Neeraj Jadaun, seorang inspektur polisi di negara bagian tetangga Uttar Pradesh, mengatakan kepada wartawan BBC Vikas Pandey bahwa ia sedang berpatroli di pos pemeriksaan perbatasan pada 25 Februari ketika mendengar suara tembakan dari Karawal Nagar di Delhi — berjarak hanya 200 meter dari dirinya.
Ia melihat gerombolan 40-50 orang membakar kendaraan ketika salah satu dari mereka melompat ke sebuah rumah dengan membawa bom molotov.
Pada saat itu, Jadaun memutuskan untuk melanggar protokol kepolisian dan mengambil keputusan kilat melintasi perbatasan negara bagian ke Delhi.
Di India, petugas kepolisian perlu izin secara eksplisit untuk melintasi perbatasan negara bagian.
“Saya memutuskan untuk melintas. Saya rela pergi sendirian meski sadar akan bahaya dan fakta bahwa itu di luar yurisdiksi saya. Itu adalah 15 detik paling menakutkan dalam hidup saya.
Syukurlah, rekan-rekan saya mengikuti saya, dan senior saya juga mendukung ketika saya memberi tahu mereka kemudian,” katanya.
“Itu berbahaya karena kami kalah jumlah dan para perusuh itu bersenjata. Pertama-tama kami mencoba bernegosiasi dengan mereka dan ketika gagal, kami berkata kepada mereka bahwa polisi akan melepaskan tembakan.
“Mereka mundur, tapi beberapa detik kemudian mereka melempari kami dengan batu dan kami juga mendengar suara tembakan,” imbuhnya.
Namun Jadaun dan timnya bertahan di posisi mereka dan terus menekan balik sampai para perusuh akhirnya pergi.
Richi Kumar, seorang reporter harian berbahasa Hindi Amar Ujala, menyebut keputusan Jadaun sebagai “tindakan paling berani” yang pernah dilihatnya.
“Situasinya sangat berbahaya. Para perusuh bersenjata lengkap dan mereka tidak mau mendengarkan siapa pun. Saya bisa menyebut mereka haus darah. Mereka melempari polisi dengan batu tetapi Pak Jadaun tidak mundur. Ada risiko nyata bahwa polisi bisa ditembak oleh perusuh,” katanya kepada BBC.
Kerusuhan pertama kali pecah di utara-timur Delhi antara pengunjuk rasa yang mendukung dan menentang hukum kewarganegaraan yang kontroversial.
Namun sejak itu kerusuhan berkembang menjadi bernuansa komunal.
Jadaun mengatakan para perusuh yang ia lihat bersiap-siap melakukan pembakaran.
“Di daerah itu ada banyak toko dengan bahan bambu. Api akan melahap seluruh area dan jika itu terjadi, angka kematian di Delhi akan jauh lebih tinggi.”
Tapi, Jadaun tidak nyaman disanjung sebagai pahlawan.
“Saya bukan pahlawan. Saya sudah bersumpah untuk melindungi warga India dalam bahaya.
“Saya hanya melaksanakan tugas karena saya tidak mau membiarkan orang mati di bawah pengawasan saya. Kami berada dalam posisi untuk turun tangan dan kami melakukan itu,” ia menambahkan.
Tindakan heroik kecil serupa – yang menunjukkan umat Hindu dan Muslim saling menolong – juga mulai bermunculan.
Subhash Sharma, dari Ashok Nagar, salah satu daerah yang paling parah terdampak kerusuhan, bercerita bahwa ia lari untuk membantu setelah massa membakar masjid.
“Ada ribuan orang di gerombolan dan hanya ada segelintir di masjid. Begitu saya melihatnya terbakar, saya menyalakan pompa air di rumah saya dan berlari ke sana membawa selang,” kata Sharma kepada BBC Hindi.
Murtaza, seorang laki-laki dari desa yang sama, mengatakan bahwa ia ingin melarikan diri dari daerah itu, tetapi tetangga-tetangganya yang beragama Hindu memintanya agar tidak pergi.
“Mereka meyakinkan kami bahwa mereka tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti kami,” katanya.
Wartawan BBC Hindi Mohammed Faisal juga berbicara dengan dua orang bertetangga – seorang Hindu dan seorang Muslim – dari kawasan taman Vijay di Maujpur, salah satu daerah yang paling parah terdampak kekerasan.
Keduanya menceritakan bagaimana mereka mengumpulkan para tetangga untuk mengusir massa yang membakar kendaraan dan menghancurkan jendela di bangunan-bangunan sekitarnya.
“Pada hari berikutnya kami menutup jalan utama dan para warga berkumpul dan duduk di luar,” kata salah satu dari pria itu, Jamaluddin Saifi.
Warga di sana juga membentuk “komite perdamaian” – terdiri dari umat Hindu dan Muslim – yang mendatangi rumah ke rumah untuk memberi tahu warga agar tidak percaya desas-desus dan menjaga anak-anak di dalam.
Sementara ibu kota India berusaha untuk pulih dari kekerasan, kisah-kisah inilah yang memberi penduduk sedikit harapan bahwa kehidupan pada akhirnya akan kembali normal.