+++
RISKA benar-benar tak dapat tidur ketika malam hari tiba. Berkali-kali ia mencoba memejamkan mata, tapi tak juga tertidur. Curhatan hati Ibnu membuatnya gelisah. Ia sadar peluangnya untuk bisa bersama pria Aceh itu kian tipis.
Riska tak mungkin menghindari ayah kandungnya sendiri. Hubungan ayah dan anak akan abadi.
Ia bahkan rela meninggalkan seribu lelaki demi ayahnya itu. Konon lagi, ayahnya adalah satu-satunya orangtua yang kini ia dimiliki.
Ayahnya-lah yang menjaganya ketika ibunya meninggal dunia usai melahirkan. Ia dirawat dengan penuh kasih sayang meskipun untuk melahirkannya, nyawa sang ibu melayang.
“Haruskah aku berbohong hanya untuk memikat hati pria itu? Atau lebih baik aku menjauhi-nya sebelum rasa ini bertambah. Aku tak ingin ia terluka ketika mengetahui ayahku juga seorang tentara,” gumam Riska dalam hati.
Namun hatinya benar-benar sakit. Ia sangat kecewa.
Ia juga tak bisa menyalahkan Ibnu atas masalalunya yang kelam saat Aceh masih berkonflik.
Konflik Aceh telah melahirkan banyak luka. Tapi Riska tak tahu bahwa bara dendam itu ternyata paling susah dipadamkan. Bahkan setelah 10 tahun damai Aceh berlalu seperti saat ini.
Riska tahu bahwa keluarga dari GAM dan TNI sendiri menjadi korban dari konflik ini. Hanya saja, ia tak menyangka jika takdir justru mempertemukannya dengan anak dari GAM itu sendiri.
Ia terpikat dengan lelaki yang trauma dengan baju loreng yang dikenakan ayahnya selama ini. Baju yang dibanggakannya selama ini.
Seandainya ia tahu, ia tentu tak akan ke Aceh, jika hanya untuk mendapatkan luka. Ada banyak lelaki Jawa yang menyukainya selama ini, tapi ia hanya melihat ke arah seorang lelaki, dan itu adalah Ibnu.
“Kenapa tuhan mempertemukan aku dengannya? Atau tuhan punya rencana lain dibalik ini?” gumamnya lagi.
Riska hanya berharap trauma Ibnu bisa sembuh. Meskipun lelaki itu akhirnya menjauhi dia karena berstatus anak tentara, ia ikhlas. Ia tak ingin pria itu menyimpang dendam dan trauma sepanjang hidupnya.
Riska menyukai Aceh. Persepsi buruknya tentang Aceh hingga sejak ia tinggal bertahun-tahun di daerah ini.
Ia menyukai kuliner Aceh. Kearifan local di Aceh serta bagaimana syariat Islam mengatur tatanan social yang lebih baik di sini.
Seandainya bara dendam di masa lalu itu bisa hilang, maka daerah ini merupakan syurganya Indonesia. Daerah yang memiliki hasil bumi yang berlimpah serta keindahan alam yang luar biasa.
Riska yakin jika Ibnu mengetahui tentang ini.
“Belum tidur, Nakku,” suara itu tiba-tiba terdengar dari arah pintu.
Seorang pria paruh baya dengan wajah teduh terlihat di sana. Ia memakai baju loreng kebanggaannya serta peci hitam dengan ukiran motif rencong.
“Belum ayah. Riska banyak tugas dan belum bisa tertidur,” ujarnya kemudian. Ia mencoba tersenyum ke arah ayahnya itu.
Praka Dedi balik tersenyum. Ia mendekati anak semata wayangnya itu dan membelai rambutnya.
“Nakku, ayahmu ini pernah muda. Ayah tahu yang kamu pikirkan bukan tugas. Ayah mengamatimu dari tadi. Kamu melamun. Coba kasih tahu, siapa pria yang membuat putri cantik ayah patah hati?” katanya bijak.
Mendengar hal ini, Riska kelabakan. Ia tak ingin ayahnya mengetahui apa yang sedang terjadi. Lagian, ia dan Ibnu juga tak memiliki hubungan apapun. Lelaki itu hanya menempati posisi spesial di hatinya selama ini.
“Tidak benar itu ayah. Aku baik baik saja. Ayah jangan khawatir,” ujarnya sambil memeluk orangtuanya itu.
Praka Dedi menarik nafas panjang. Ia tak ingin memaksa anak gadisnya itu bercerita soal lelaki yang sudah membuatnya patah hati.
“Baiklah kalau begitu. Tapi kalau nanti ayah tahu siapa lelaki itu, ayah akan menjumpainya dan mematahkan kakinya,” ujar Praka Dedi sambil tersenyum. Riska tahu jika ayahnya itu hanya bercanda.
[Bersambung]