Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc, menggelar reses ke pedalaman Gayo-Tenggara serta barat-selatan selama hampir sepekan lebih. Ikut dalam rombongan wartawan atjehwatch.com. Berikut catatan perjalanan yang ditulisnya dalam beberapa bagian.
MINGGU dini hari pekan lalu, sekitar pukul 00.30 WIB, perjalanan dimulai dari Café Gampong Gayo, Kota Banda Aceh. Satu unit mobil Toyota berwarna hitam menjemput atjehwatch.com.
Mobil ini disupiri oleh Syukran Ahmad. Di dalam mobil ada juga pria bertubuh jangkung bernama Nazaruddin Yahya. Keduanya adalah staf dari DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc.
Selain itu, ada juga berbadan agak subur lainnya yang dipanggil dengan sapaan Tom. Ketiganya adalah alumni dari timur tengah.
Syukran angkatan 2009. Nazaruddin Yahya angkatan 1996. Sedangkan Tom sendiri merupakan adik letting dari Nazaruddin serta abang lettingnya Syukran.
Mobil yang kami tumpangi berempat ini kemudian melaju dengan kecepatan sedang. Pembahasan selama perjalanan adalah persoalan laga Persiraja versus Bhayangkara FC yang baru saja usai di Stadion Harapan Bangsa.
Meski alumni timur tengah yang identic dengan karakter santri, ketiganya ternyata penggemar berat olahraga sepakbola. Konon lagi, Persiraja baru saja berhasil menahan klub raksasa Bhayangkara FC.
“Si xxxxxxx bermain mantap. Tak rugi dikontrak,” ujar Syukran dengan nada puas.
Atjehwatch sendiri tak begitu hafal dengan nama-nama pemain Persiraja di Liga 1. Namun karena ketiganya terlihat antusias dengan Persiraja, atjehwatch mencoba ikut nimbrung agar suasana tak terlihat kaku.
Kami tiba di Bireuen sekitar pukul 03.00 WIB dini hari. Kami bermalam dan subuh di Bireuen. Pria muda lainnya bernama Syuhada bergabung dengan kami, dini hari Minggu. Ia datang dari Peunaron, Aceh Timur. Pria ini juga stafnya Fadhil Rahmi. Ia mantan pimpinan mahasiswa fakultas di Unsyiah.
Perjalanan berlanjut Minggu pukul 09.00 WIB. Dari Bireuen, kami berbelok ke Jalan Elak begitu tiba di Krueng Mane hingga ke Nisam. Tom sendiri turun di Nisam.
Atjehwatch.com dan ketiga rekan tadi meneruskan perjalanan melalui lintas Gunung Salak, Aceh Utara ke Bener Meriah. Kami sempat singgah di salah satu warung yang terdapat di Gunung Salak guna istirahat, perjalanan kemudian berlanjut hingga akhirnya tiba di Takengon jelang magrib.
Di Takengon, kami memutuskan untuk menginap di salah satu hotel yang berada di pusat kota. Usai Magrib, tiga rekan tadi menggelar rapat dengan tim yang berada di Aceh Tengah. Atjehwatch sendiri diizinkan untuk nimbrung dalam rapat ini.
Rapat ini bertujuan sebagai pemetaan awal untuk lokasi yang didatangi oleh Senator DPD RI HM Fadhil Rahmi. Sosok ini dijadwalkan tiba di wilayah tengah pada Selasa pagi melalui Bandar Udara Rembele. Dari Jakarta-Medan dan Bener Meriah.
Tim di Aceh Tengah yang datang adalah Dr. Abdiansyah dan Ustadz Ansori. Keduanya memiliki nama yang cukup tenar di wilayah tengah Aceh. Mereka juga jauh lebih tua dari kami yang datang dari pesisir.
Dr. Abdiansyah adalah pimpinan Dayah Maqamam Mahmuda yang berlokasi di Bebesan. Ia juga Pembina di Universitas Gajah Putih. Sementara Ansori sendiri adalah dosen di Universitas Gajah Putih.
Dari paparan Abdiansyah dan Ansori, tim kecil tadi justru memilih pedalaman sebagai lokasi reses. Tempat yang ditargetkan adalah Kala Wih Ilang.
“Alasannya, pedalaman, ada mualafnya, ada persoalan pendidikan serta kesehatannya. Senator kita harus melihat kondisi rill di pedalaman ini,” ujar Nazar, pria yang dituakan dalam tim kecil tadi.
Abdiansyah juga meminta tim menjadwalkan kunjungan senator ke Universitas Gajah Putih. Ia juga akan mengumpulkan para pimpinan dayah se-Aceh Tengah di Bebesan. Walaupun dealine waktu untuk menghubungi para pemuka agama itu cuma sehari.
Senin pagi, tim kecil tadi kembali keliling ke sejumlah lokasi di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Usai Dhuhur, salah seorang tokoh agama di Aceh Tengah, Teungku Hambali, menemui tim kecil ini di Masjid Agung Aceh Tengah.
Teungku Hambali ternyata juga alumni timur tengah, angkatan 2003. Ia kini bekerja di Kemenag Aceh Tengah.
Teungku Hambali juga bercerita soal Kala Wih Ilang. Dimana, Teungku Hambali merupakan orang yang diutus oleh Kemenag untuk mengislamkan sejumlah pendatang dari Sumatera Utara pada 2018 lalu.
“Ada Amalan Shalihan, penyuluh non PNS di kantor KUA Pegasing. Dia yang diminta oleh Pak Daud Pakeh pada 2017 untuk mengajar anak-anak mualaf di Kala Wih Ilang,” kata Teungku Hambali.
Penjelasan Teungku Hambali membuat tim kecil tadi semakin tertarik dengan Kala Wih Ilang.
Teungku Hambali dan tim kecil tadi tertarik untuk menemui sosok yang disebut dengan nama Amalan Shalihan tadi. Teungku Hambali, Ustadz Ansori serta tiga staf DPD RI tadi, plus atjehwatch.com semobil menuju Pegasing.
Mobil itu pun kemudian melaju dengan kecepatan sedang ke kantor KUA Pegasing. Lokasi ini sekitar 30 menit perjalanan dari pusat kota Takengon.
Dalam perjalanan, Teungku Hambali ternyata membuka pembicaraan tentang persoalan hukum zakat. Ia meminta saran dari Syukran dan Nazaruddin. Kedua pria muda tadi ternyata memiliki pengetahuan yang mendalam soal agama.
Beberapa dalil serta argumentasi yang dikemukan dua teman perjalanan ini justru membuat Teungku Hambali berulangkali mengangguk tanda setuju.
Kekaguman kepada rekan seperjalanan ini bertambah. Tak hanya soal sepakbola serta penampilan sederhana, mereka ternyata juga paham soal seluk beluk agama. Hal ini pula yang mungkin membuat Dr. Abdiansyah, Ansori serta Teungku Hambali, terlihat segan terhadap keduanya.
Di KUA Pegasing, kami bertemu dengan Amalan Shalihan. Ia ternyata pria muda yang juga alumni dari UIN Ar-Raniry, angkatan 2006. Ia kembali memberi informasi mengenai Kala Wih Ilang yang akan didatangi oleh sang senator.
“Kalau mobil ini, jangan ke Kala Wih Ilang. Tak akan sampai. Medannya berat. Kalau hujan berlumpur, dan kalau terik banyak jatuh batu dari tebing,” ujar Amalan.
Penjelasan ini membuat tim kecil lesu. Perjalanan ke Kala Wih Ilang terancam gagal. Saat itu, Senin sore jelang magrib. Sementara Senator DPD RI sendiri akan tiba Selasa pagi. [Bersambung]