JANTHO – Trend revolusi teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang sangat pesat tak hanya berimbas positif tapi juga memiliki sisi negatif yang harus diwaspadai. Dengan sedikit sentuhan teknologi, banyak orang secara tidak sadar telah turut berbagi berita bohong atau dewasa inni dikenal dengan Hoax.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Media Massa, Hukum, dan Hubungan Masyarakat Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh Wiratmadinata, dalam materinya saat menjadi narasumber pada acara Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coy) yang digelar FKPT Aceh, di Hotel D’Pade, Selasa (11/3/2020).
“Orang banyak yang tidak sadar, telah ikut mennyebarkan atau dalam istilah medsosnya men-share dan me-retweet berita Hoax. Banyak orang tidak menyadari, bahwa dirinya telah menjadi Agen Penyebar Berita Hoax. Untuk terhindar, salah satu obatnya harus meningkatkan pemahaman tentang Medsos dan Penyebaran Anti Narasi Hoax,” jelas Wira.
Untuk itu, Wiratmadinata mengimbau semua pihak untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang tersebar di medsos dan selalu melakukan cek dan ricek terhadap informasi yang diterima, sehingga terhindar atau tidak menjadi bagian dari penyebar hoax.
Wira menambahkan, tanpa peran dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat maka akan sangat sulit mencegah hoax, terutama yang berkaitann dengan paham radikalisme yang kian merebak. Padahal, sambung Wira, siapa saja dan kapan saja, secara sadar atau tidak bisa terpapar paham radikalisme melalui media sosial.
Oleh karena itu, sambung Wira, FKPT mencoba memberikan literasi kepada Publik, terkait cara kerja transfer ideologi melalui Media Sosial. Salah satuprogram BNPT adalah melakukan pendidikan publik atau kampanye literasi media agar bijak menggunakan dan mengkonsumsi medsos.
Menurut Wira, peran medsos dalam pencegahan radikalisme menjadi penting, karena para penyebar paham radikalisme juga memanfaatkan medsos. “Saat ini, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa telah memanfaatkan gawai. Disinilah proses radikalisasi bisa dengan mudah terjadi melalui cara kerja algoritma internet.”
“Orang tidak sadar telah terpapar karena mengakses konten yang memang sudah dirancang oleh pihak tertentu untuk melakukan prosess cuci otak. Cara kerja ini harus dipahami oleh setiap orang sehingga semakin bijak bermedsos. Ranah pertempuran saat ini ada di alam maya, karena itu yang harus dilakukan adalah proses deradikalisasi di medsos sebagai bentuk pencegahan,” sambung pria yang juga menjabat sebagai Juru Bicara Pemerintah Aceh itu.
Wira menjelaskan, pencegahan radikalisme di medsos dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah fungsi kontrol pada komunitas terkecil di tengah masyarakat, yaitu keluarga.
“Hal paling mudah dan paling awal yang haruus dilakukan untuk mencegah merebaknya paham radikalisme di medsos adalah dengan menjalankan fungsi kontrol dalam keluarga. Orang tua harus melek medsos dan mengawasi aktivitas anak di dunia maya. Dalam proses ini, tidak hanya radikalisme terorisme saja yang bisa kita cegah, tapi lebih luas lagi, kita dapat mencegah pornografi, konsumerisme, hal negatif lainnya,” pungkas Wira.