Ada yang salah dengan pola pikir pimpinan Balai Monitor Spektrum. Ia menyita inovasi mahasiswa di laboratorium kampus. Kebijakan ini tentu mengundang tanda tanya besar.
Sedang tak sehatkah dia atau seleksi CPNS semasa angkatannya saat itu jauh di bawah standar sehingga menghasilkan pejabat balai era sekarang, tak sesuai harapan. Atau jangan-jangan seragam yang dikenakannya membuat mereka ‘bego’ dan bloon massal.
Kondisi terakhir bisa jadi benar-benar sedang terjadi. Pasalnya, kasus penyitaan inovasi yang meraih penghargaan internasional bukanlah hal baru di Aceh.
Sebelumnya, ada geuchik di Aceh Utara yang dipolisikan karena jadi mengembangkan bibit padi IF8. Geuchik Munirwan membantu warga melalui bibit unggul IF8 tapi malah harus berurusan dengan Polda Aceh.
IF8 dianggap ilegal karena tak bersertifikat atau tak memiliki selembar kertas yang berisi pengakuan dari pejabat terkait. Tak melapor ke dinas terkait untuk penyebarannya.
Diduga, faktor lainnya, karena dinas memiliki bibit padi merek lainnya untuk disebarkan. Tentu saja ada uang masuk di sana. Ada fee besar untuk setiap pengadaan.
Padahal IF8 diburu petani karena berkualitas baik. Teungku Munirwan juga pernah meraih penghargaan.
Kini kasus serupa kembali terjadi. Kali ini melibatkan civitas akademika UIN Ar-Raniry versus Balai Monitor Spektrum Frekuensi Kelas II Banda Aceh. Karena dianggap menganggu dan ilegal, alat inovasi mahasiswa bernama Islamic Jammer disita.
Pertanyaannya, dimana sudut ‘ganggu’ dan ‘ilegal’ yang dimaksud untuk inovasi mahasiswa ini sehingga lembaga itu berhak menyita di laboratorium kampus? Apakah seperti IF8 yang juga tak memiliki selembar kertas pengakuan dari lembaga terkait? Yang untuk mengurusnya harus menempuh prosedur berbelit-belit hingga mengeluarkan biaya tinggi.
Toh, Islamic Jammer, demikian sebutan untuk alat inovasi mahasiswa tadi, sudah meraih penghargaan internasional serta masih dalam pengembangan di lab kampus. Maka kebijakan dari Balai Monitor Spektrum adalah bentuk pembunuhan terhadap inovasi mahasiswa.
Para pejabat di balai itu berpikir dengan standarnya yang rendah. Tak mengerti inovasi serta kemudian membuat gaduh dengan kebijakannya yang salah.
Harusnya mereka justru membantu kampus sebagai lembaga pendidikan untuk melahirkan banyak inovasi yang berguna untuk masyarakat di masa depan. Memberi masukan yang berguna, bukan malah membuat gaduh.
Balai Monitor Spektrum memang sudah mengembalikan Islamic Jammer kembali ke UIN Ar-Raniry. Namun kasus kasus ini menambah asumsi di pikiran masyarakat.
“Jangan berinovasi. Jangan kreatif karena itu harus berurusan dengan polisi.”
Lebih baik terima saja apa yang sudah ada. Banyak mahal untuk setiap produk impor dari luar negeri. Karena produk luar menghasilkan banyak pajak serta memakmurkan pejabat kita dengan fee serta keuntungan lainnya.