CALANG – YLBH-AKA Distrik Aceh Jaya mendesak pemerintah Aceh Jaya supaya mengusut tuntas sebab dan musabbat kenapa aliran sungai yang mengaliri ketiga titik.
Ketiga desa ini adalah Desa Alu Groe, Blang Mon Lueng dan Meunasah Kulam kecamatan Sampoiniet. Ketiganya tidak dapat lagi digunakan semestinya.
Menurut penjalasan Keuchik Zainudin, masyarakat Desa Alu Groe sangat mengeluh dengan kondisi air sungai yang sangat tidak layak lagi untuk konsumsi.
“Kami sangat bergantung degan sumber air dari sungai tersebut, bahkan 5 tahun lalu sebelum ada perluasan lahan sawit oleh PT KTS.”
M Yatim, salah satu warga desa Alue Gro juga menjelaskan bahwa masyarakatnya menggunankan air sungai sebagai air mineral untuk sehari-hari, namun sekarang benar-benar sangat tidak layak untuk dipergunakan.
“Namun apa boleh buat sungai tersebut adalah sumber air utama bagi kami, kami terpaksa menggunakannya sebagai tempat mandi dan mencuci pakaian, meskipun tidak jarang terenfeksi yang mengakibatkan gatal diseluruh kujur tubuh. Sedangkan untuk air meniral kami mengambilnya di desa sebelah itupun harus menunggu lama karna mata airnya sangat kecil apalagi dimusim kemarau.”
Ia juga menjelaskan sekarang keadaan semakin kacau. Jika dulu dalam setahun dua kali banjir sekarang bisa terjadi kapan saja apa lagi d imusim hujan. Tak hanya pohon-pohon yang dibawa arus sungai juga ada sampah yang ikut terbawa semacam plastik, plibet bekas pembibitan dan juga silang alat penyiraman yang diduga berasal dari PT KTS. Ini sangat jelas menganggu,” cetusnya.
Rahmat Fuadi Direktur Eksekutif YLBH-AKA distrik Aceh Jaya menjelaskan hal ini bukan hal baru yang terjadi tapi sudah berlarut selama bertahun-tahun dan yang menjadi pertanyaan kenapa seolah-olah semua orang tutup mata tentang hal ini.
“Kami mendesak Pemkab Aceh Jaya agar mengusut tuntas dan mencari jalan keluar dari permasalahan ini berhungan hal ini adalah kebutuhan yang tidak boleh tidak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.”
Padahal, katanya, perusahaan industri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Pasal 21 UU Perindustrian yang berbunyi, “(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.”
“(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.”
“(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.”
Rahmat Fuadi mengingatkan bahwa perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian, jika dilakukan dengan sengaja, dapat dipidana penjara selama-lamanya 10 tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp100.000.000. []