Usai Subuh, Firman memenuhi janjinya untuk mengantar Teungku Fiah ke Panton Labu. Mereka menumpang sepeda motor butut peninggalan almarhum ayah Firman. Tidak ada rintangan yang berarti selama perjalanan. Beberapa pos militer yang dilalui, juga tak ada pemeriksaan yang berarti.
Tanpa pakaian militer dan senjata, Teungku Fiah hanyalah orangtua biasa. Keadaannya yang kurus kering justru mendatangkan simpati dan iba dari para tentara yang ditemui sepanjang perjalanan.
Teungku Fiah dianggap orang tua biasa yang sedang menderita sakit karena factor umur serta mengalami gizi buruk.
Lebih kurang satu jam, mereka akhirnya tiba di Panton Labu. Teungku Fiah awalnya hendak mengunjungi rumah almarhum Ruslan untuk melihat kondisi keluarga itu. Namun niat tersebut dibatalkannya atas permintaan keluarga yang bersangkutan.
Istri almarhum Ruslan tak ingin keadaan memanas karena komplek tempat tinggal mereka dikawal ketat pasca penembakan misterius yang menimbal suaminya itu. Ia tak ingin Teungku Fiah menjadi tumbal dari dendam tak terputus antara tentara nanggroe dengan tentara republic.
Istri Ruslan sudah mengikhlaskan kematian suaminya itu.
Firman sendiri akhirnya pamit untuk kembali ke kampung. Ia awalnya ingin mengantar Teungku Fiah hingga ke Nicah Awe. Namun orangtua itu melarangnya dan tak ingin Firman terlibat lebih jauh.
Teungku Fiah tak ingin Firman menjadi korban. Pasalnya, Teungku Fiah kini berstatus pelarian dari penjara tentara nanggroe dan juga orang yang dicari oleh tentara republic. Dua kelompok itu kini sama-sama mencarinya.
“Pulanglah. Ibumu mungkin sedang gelisah karena khawatir atas keselamatanmu. Semoga tuhan merahmatimu. Aku berdoa suatu saat kita berjumpa lagi,” kata Teungku Fiah saat melepas kepergian Firman.
Firman sendiri melepas Teungku Fiah dengan berat hati. Ia merasa orangtua itu sudah seperti ayahnya sendiri. Padahal mereka baru bertemu semalam. Teungku Fiah mengingatkannya pada almarhum ayahnya.
“Teungku juga mohon menjaga diri. Semoga tuhan meridhoi perjuangan teungku ini,” ujar Firman.
Teungku Fiah tersenyum mendengar doa Firman. Ia kemudian mengangguk berulangkali.
“Amin. Tapi aku sendiri mulai ragu jika tuhan menyertaiku, nak. Perjuanganku bukan lagi karena Allah Swt, tapi lebih kepada balas dendam. Dendam telah mengotori perjuangan suci kami,” katanya.
“Biarlah tuhan menghukumku dengan caranya. Aku berharap suatu saat ketika daerah ini merdeka, orang-orang sepertimu mengambil alih dan memberi rasa aman kepada seluruh warga.”
Firman tak berkata-kata. Ia kemudian pamit dan menyalakan sepeda motornya hingga akhirnya menghilang di tikungan jalan.
Usai ditinggalkan Firman, Teungku Fiah bergegas ke kios kecil yang berada di sudut kota Panton Labu. Pemiliknya adalah salah seorang penghubung tentara nanggroe. Sang pemilik itu bernama Siwan. Umurnya lebih muda sekitar 10 tahun darinya. Ia yang biasa menyuplai logistic untuk tentara nanggroe.
Namun saat ke lokasi yang bersangkutan, Siwan ternyata sedang tak berada di tempat. Teungku Fiah kembali harus menunggu hingga 4 jam lamanya. Ia menunggu di Warkop samping kedai.
Siwan sendiri baru muncul pukul 10.00 WIB.
“Maaf teungku. Aku tak tahu teungku datang menemuiku. Saya baru turun dari atas untuk mengantar logistic. Pasukan di Simpang Ulim diperintahkan mencari teungku,” ujar Siwan.
Namun informasi tadi ditanggapi Teungku Fiah dengan tersenyum. Ia tahu jika hal tersebut pasti akan terjadi.
“Aku tak berkhianat, Wan. Aku hanya ingin melihat kondisi istri dan anakku. Kaukan tahu jika Budi, anakku, kembali jadi korban,” kata Teungku Fiah.
“Setelah anak istriku berada di tempat aman. Aku akan kembali untuk menyerahkan diri dan siap menjalani hukuman apapun.”
Pemuda itu mengangguk. Ia telah lama mengenal orangtua di depannya itu. Ideologinya tentang Aceh tak diragukan lagi.
“Aku antar Teungku pakai mobil pengangkut kelapa. Mohon teungku tak salah paham. Ini semua untuk kebaikan kita,” ujarnya kemudian.
Teungku Fiah lagi lagi tersenyum.
“Tak penting kendaraan apa yang bakal kita gunakan Wan. Yang penting kita sampai ke Nicah Awe. Aku percaya padamu,” ujarnya kemudian.
{Bersambung]