BANDA ACEH – Kesiapan Pemerintah Aceh menghadapi wabah Corona atau Covid 19 yang kini melanda sejumlah daerah di Indonesia dinilai sangat buruk.
Pemerintah Aceh dinilai hanya pandai beretorika di media belaka, sementara alat alat kesehatan yang menjadi kebutuhan di sejumlah RS di Aceh masih sangat minim.
Hal ini disampaikan Sekretaris Komisi V DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, Jumat pagi 20 Maret 2020.
“Hentikan retorika. Kalau memang serius, lengkapi alat-alat kesehatan di tiap RS yang ada di Aceh. Itu jauh lebih penting dan dibutuhkan oleh masyarakat,” kata Iskandar Usman.
Sebagai contoh, kata Iskandar, stok barang atau alat kesehatan di RSU Cut Meutia untuk menangani pasien yang terpapar virus Corona masih sangat kurang. Padahal RS Cut Meutia merupakan rumah sakit rujukan di Aceh untuk penanganan pasien terjangkit virus Corona.
Hasil sidak, kata politisi muda Partai Aceh itu, baju asronot atau baju pelindung yang bisa digunakan oleh perawat di RS Cut Meutia hanya 20 unit. Sedangkan masker N.95 5 bok, masker bedah 150 bok serta fentilator 1.
“Bayangkan untuk menangani 1 pasien positif covid 19 membutuhkan 15 baju asronot perhari. Berarti dengan jumlah baju pelindung hanya segitu, apakah dokter dan perawat mau masuk ke ruang isolasi apabila ada pasien?” ujar Iskandar.
“Sunggung malang negeriku. Kegelisahan menghantui tenaga medis. Andai ada datang yang positif, apa yang terjadi? Ditambah bok pengiriman spesimen sampai saat ini belum ada. Andai ada yang positif sudah mati pun kita belum tahu. Dan bayangkan kita tidak tahu dia positif dan telah menularkan ke orang lain.”
Keadaan ini, kata Iskandar, dialami oleh rumah sakit yang masuk dalam RS rujukan. Konon lagi RS biasa di seluruh Aceh.
“Tentu rumah sakit lain, jauh lebih tak siap. Di RS Datu Beru, kabar dari Bardan Sahidi, petugas medis disana terpaksa memodifikasi jas hujan sebagai pelindung karena APD minim. Inikan kondisi yang cukup meresahkan,” kata Iskandar.
“Eksekutif Aceh harus bertanggungjawab jika nantinya kondisi tak diharapkan terjadi di Aceh dan para medis kita jadi korban.”
Iskandar mengaku sudah mewanti-wanti hal yang sama sejak Komisi V DPR Aceh sidak ke RSUZA Banda Aceh sebulan lalu, dan kemudian disusul sidak kedua dan turun ke sejumlah rumah sakit lainnya di kabupaten kota.
“Nyatanya eksekutif masih tak memenuhi kekurangan alat medis yang jadi temuan di lapangan. Lantas apa kerja mereka? Apakah perlu ada korban dulu baru kemudian panik massal?” ujarnya lagi.
“Kami meminta alat alat kebutuhan medis segera didistribusikan. Ini untuk keselamatan para medis di RS,” katanya lagi. []