Oleh: H. Roni Haldi, Lc.*
Suatu hari Abu Nawas diundang Khalifah Harun al Rasyid untuk mengikuti pertemuan di istana yang para menterinya buruk kinerja dan cenderung penjilat. Sebelum pertemuan laksanakan, Abu Nawas dipanggil menghadap sultan. Wahai Abu Nawas maukah kau aku beri tugas?” tanya Khalifah. Abu Nawas menyatakan kesediaannya. “Apa hukumannya kalau kau gagal dalam melaksanakan tugas?” desak Khalifah. “Aku siap dihukum 10 kali cambukan,” ujar Abu Nawas.
Khalifah pun memerintahkan para dayangnya untuk mempersiapkan pakaian ala istana kepada Abu Nawas. Pertemuan dilakukan esok harinya. Abu Nawas muncul di tengah pertemuan dengan berpakaian ala istana, kecuali pecinya yang kumal dan lusuh. Wahai Abu Nawas, mengapa di acara terhormat seperti ini kau pakai peci kumal?” tegur Khalifah. “Asal tahu saja Khalifah, peci yang saya pakai ini wasiat dari ayahku. Bagi siapa yang tidak pernah maksiat, ia akan mampu membuka peci ini dan merasakan harumnya bau surga,” ujarnya. Sang Khalifah pun memerintahkan menteri di sebelah kanannya untuk membuka peci Abu Nawas.
Menteri itu segera memenuhi perintah Khalifah dan membukanya dengan perasaan gemetar. Tak ada bau surga di dalam peci itu kecuali bau busuk yang menyengat. Tapi, menteri menutupi kebohongannya dan berpura-pura di hadapan Khalifah.
“Benar Tuan, bau surga di peci itu harum sekali,” ujarnya. Khalifah manggut-manggut percaya. Tidak cukup dengan pengakuan sang menteri ini, Khalifah Harun al Rasyid memerintahkan menteri yang duduk di sebelah kiri untuk melakukan hal serupa. Ia juga tak mencium bau harum surga, sebaliknya malah bau busuk yang menyengat. Tapi, ia juga berpura-pura dan mengatakan bahwa baunya harum sekali.
Makin bertambah penasaran sangat Khalifah. Lalu ia sendiri berusaha membuka peci Abu Nawas. Namun, tak lama setelah membukanya, Khalifah langsung melepaskannya. Ia marah kepada Abu Nawas dan kedua menterinya yang tak jujur. Ia pun memerintahkan kedua menterinya itu dipecat. Abu Nawas, karena berbohong, dihukum dengan 10 kali cambukan.
Kisah lucu tapi mengandung pengajaran berharga dalam kehidupan. Penyakit tukang cari muka sangat membahayakan siapa saja. Bukan hanya sebuah organisasi atau komunitas, hingga sebuah negara bisa digoyahkan sendi-sendi penopang kehidupan rakyatnya. Oleh siapa? Mereka lah para penjilat yang pintar mencari muka.
Setiap penyelesaian masalah sebaiknya dimulai dari memahami pengertian dari objek permasalahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Jilat” berarti perbuatan dengan mengeluarkan atau menjulurkan lidah dan menempelkannya ke sesuatu, dengan maksud untuk merasa atau mencicipi. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya kata “jilat” mengalami perluasan makna akibat proses morfofonemik atau perubahan fonem sehingga fonem “N” yang ditambah menjadi awalan “Pen-“ yang berarti menerangkan penambahan subjek, dan menjadi “Penjilat” yang berarti orang yang suka menjilat dengan menggunakan lidahnya. Dengan demikian, kata Penjilat dalam arti yang sebenarnya tidaklah buruk, yaitu orang yang suka menggunakan lidahnya untuk mengetahui rasa dari sesuatu.
Namun tidak setelah terjadi perluasan makna, Penjilat dalam makna kias itu sangatlah buruk. Penjilat diberi arti sebagai orang yang suka berbuat sesuatu untuk mencari muka mendapat pujian. Mahkluk yang bernama Penjilat atau Tukang Cari Muka ini biasanya muncul di lingkungan kerja, perkantoran, perusahaan, komunitas, organisasi masyarakat dan bahkan juga menimpa gerakan dakwah. Penjilat itu juga sama seperti kita, hanya manusia biasa. Bahkan terkadang Penjilat ini merupakan teman dekat kita, dia hidup berkeliaran setiap hari di sekitar kita, dan juga berteman dengan rekan-rekan kita yang lain. Namun yang pasti biasanya dia dekat dengan Atasan sebagai sasaran yang dia “Jilat” dengan “Lidah”-nya.
Penjilat atau Tukang Cari Muka biasanya seiring sejalan dengan sesamanya saling bantu-membantu demi mencapai tujuan untuk secuil pengakuan dan jabatan. Walaupun tak punya kapasitas apalagi kualitas, namun kemahiran menjilat sangat ampuh merontokkan pertahanan atasan dan memperoleh muka dianggap diperhitungkan. Bukan rahasia umum lagi, kalau banyak orang yang pintar dan hebat akan kalah dengan para penjilat yang hobi mencari muka. Apalagi penjilat yang punya rekanan orang dekat alias orang dalam, tambah dahsyat lah kekuatannya bahkan sulit dibendung.
Sehebat apapun seseorang, pasti tak akan dianggap apa-apa. Namun saat kamu membuat satu kesalahan kecil saja maka itu akan menjadi booming besar untukmu. Yang namanya dunia kerja, oraganisasi, bahkan kelompok dakwah sangat dimungkinkan akan menemukan hal tersebut. Yang mungkin dinilai pintar dan hebat akan kalah dengan mereka orang-orang mahir menjilat. Sekalipun mereka tak punya karya, kinerja atau prestasi yang cemerlang. Meski demikian, kamu jangan terlalu membenci para penjilat ini. Tapi tampillah biada-biasa saja. Ingat jangan tampakkan sesuatu yang luar biasa darimu, karena seorang penjilat akan berusaha mencari ‘kartu AS’ kesalahan maupun kelemahanmu.
Ada beberapa ciri penjilat yang harus kamu ketahui. Agar kamu nantinya tidak salah jalan dan langkah untuk menghadapi mereka.
1. “Rajin” mencuri perhatian
Saat ada pimpinan dia terlihat rajin. Seorang penjilat akan melakukan apapun demi menarik perhatian si pimpinan. Karena ambisi yang menggebu, kadangkala walaupun bukan tupoksinya si penjilat ini akan berusaha seolah-olah rajin melakukan pekerjaan tersebut. Bahkan si penjilat tingkat tinggi akan mengerahkan semua daya dan upayanya bila dihadapan pimpinannya, walau sampai pontang-panting dilihat orang. Tujuannya tidak lain adalah menarik perhatian si pimpinan agar dilihat kemudian dinilai mampu dan mumpuni untuk mengerjakan banyak hal. Dan ujung-ujungnya dianggap layak menduduki jabatan atau posisi strategis, walaupun pada hakikatnya ia tak punya kapasitas dan kualifikasi dibidang tersebut.
2. Bermanis mulut berbisa kata
Seorang penjilat wajah dan mulutnya manis. Tapi tak semanis madu ya.. Kadang, tak jarang kata-kata yang dilemparkan dari mulutnya adalah kata-kata manis nan lebai. Semua puja puji untuk si bos tercinta meskipun si bos tidak melakukan apa-apa. Pujian kepada sang pimpinan akan mudah meluncur deras apalagi ketika dihadapan atasan.
Bagaimana kalau sudah dibelakang? Kalau sudah dibelakang, tergantung kondisi prakiraan cuaca setempat, jika dihadapannya ada orang dekat pimpinan atau orang yang punya pengaruh, maka sudah pasti si penjilat akan memuji menyanjung pimpinannya setinggi langit dengan membabi-buta seolah-olah ia dan pimpinannya akan hidup selama-lamanya. Padahal, penjilat dan seorang pimpinan tetap sama-sama menjumpai kematian. Dan kematian takkan takut menghadapi seorang pimpinan dan takkan terpengaruh apalagi terpesona dengan jilatan pujian maut seorang penjilat kelas tinggi sekalipun. Manis dimulut berbisa dikata.
Dalam Nahjul Balaghah, Ali bin Abi Thalib pernah berpesan, ”Memuji lebih dari yang seharusnya adalah penjilatan.” Menyampaikan kebaikan siapa saja merupakan suatu kebaikan, apalagi orang yang berjasa banyak terhadap kita, termasuk atasan pengambil kebijakan. Tapi berlebih-lebihan dalam memuji tentu ada niat lain yang terpendam. Berlebihan itu tidak elok, apalagi memuji lebih dari kenyataan. Biasa saja sebatas kewajaran tentu tak menuai curiga dan prasangka. Jika lewat batas manis kewajaran pujian, pasti di ujung akan pahit tercicip dirasa. Ibarat kue yang kelebihan dibubuhi pemanis akhirnya terasa pahit tak mengenakkan.
3. Mencari kesalahan lalu setor laporan.
Ciri yang cukup berbahaya dari seorang penjilat adalah suka mencari kesalahan orang lain, jika perlu prestasi kinerja pun mampu dirubah berubah menjadi kesalahan yang mengganggu kenyamanan atasan. Setelah dikumpulkan berbagai kesalahan, lalu si penjilat akan melaporkan hal tersebut kepada atasan ditambah lagi laporannya supaya tampak akurat dan terpercaya maka dilakukan secara berkala dan terukur progresnya.
Mereka kadang tak malu untuk menambah dan membesar-besarkan masalah yang sebenarnya tak pernah ada. Si penjilat juga tak merasa bersalah saat merangkai laporan kebohongan temannya dihadapan atasannya. Kadang, masalah yang tak ada akan diada-adakan di depan pimpinan. Kadang masalah di luar pun, seperti masalah keluarga, pertemanan atau relasi diluar bisa di seret paksa masuk ke dalam urusan pekerjaan sehingga bisa berdampak buruk pada karir temannya.
Kalau zaman konflik Aceh dulu, orang seperti itu diberi nama “cuak” alias pengkhianat. Asbab laporan seorang “cuak”, banyak nyawa yang hilang melayang. Karena informasi “cuak”, tak sedikit anak menjadi yatim dan istri menjadi janda. Dan biasanya, cuak bukan dari orang luar apalagi jauh tak punya hubungan kedekatan. Sejarah mencatat bahwa cuak adalah orang dekat sekeliling pinggang.
4. Mengadu Domba sesama
Jika kadang terasa suasana berbeda dari biasa, terasa sikap antar sesama kurang bergairah tak seperti biasanya. Bisa jadi itu pertanda sedang berlangsung upaya adu domba dengan sesama saudara, biasanya pelakunya oleh para penjilat. Mereka sengaja menciptakan hal tersebut agar saling ribut dan saling salah menjatuhkan. Ketika keributan sudah berlangsung disaat itulah para penjilat pencari muka akan mengambil untung sebanyak-banyaknya. Ambil untung dari keributan dan kericuhan orang lain. Kalau boleh kita sebut mereka sebagai para penjilat pencari muka sebagai benalu kehidupan.
Seorang biasanya suka berperan sebagai “jaka sembung bawa golok” atau sudah nggak nyambung goblok lagi. Para penjilat dalam keseharian, dengan muka tebalnya akan datang dan duduk dalam sebuah forum akan langsung nimbrung walau terkadang tampak terkesan sok nyambung dengan tema pembicaraan yang sedang berlangsung. Padahal peserta forum jadi bingung dengan celotehan si penjilat yang sok tahu segala hal. Seakan-akan tampak dia ahli dalam segala permasalahan. Dan malah lumrah nya para penjilat demi kepentingan didengar dianggap, ia memaksakan diri untuk berbohong sejadi-jadinya. Yang tidak dialami pun akan diumbar demi laris manisnya kisah kedustaan nya.
Seorang penjilat yang mencari muka, sangat telaten menggunakan kalimat mautnya hingga orang-orang saling berlawanan bermusuhan. Politik Devide et Impera warisan kolonial Belanda menjadi taktik andalan untuk mengacaukan suasana di suatu tempat. Ketika situasi sudah kacau, maka si penjilat dengan mudahnya akan mengambil keuntungan tersendiri. Orang lain beradu bermusuhan, para penjilat pungut keuntungan.
5. Buah tangan untuk mengikat pengambil kebijakan.
Burukkan memberi sesuatu yang disebut hadiah?Mungkin bagi sebagian orang ini baik, namun disadari atau tidak perilaku ini adalah salah satu perilaku para penjilat. Memberi sesuatu bukan bermaksud apa-apa dan buka karena apa-apa, mestinya dijaga agar tetap beretika. Sekali membayar minuman atau makanan itu hal biasa lumrah di budaya masyarakat umumnya. Dan ini tak termasuk praktek buah tangan sebagai pengikat pengambil kebijakan. Para pencari muka sengaja memberikan oleh-oleh untuk si bos agar di pandang di menjadi orang baik. Buah tangan sebagai pengait pengingat hati atasan kepadanya. Buah tangan yang bisa mempengaruhi kebijakan baik berkait langsung dengan hajat dirinya maupun kolega yang dibawah ketiak suruhannya.
Biasa si penjilat akan berusaha mencari tahu apa yang disukai oleh atasan pengambil kebijakan. Kemudian mereka membelikan apa yang disuka atasan. walaupun kadang harus berutang. Yang penting bisa dianggap baik oleh atasan.
Jurus maut lain yang juga bisa dijalankan adalah mencari titik hotspot kelemahan atasannya. Biasanya bagaian titik krusial itu terletak pada sosok pendamping hidup atasan. Siapa lagi kalau bukan ibu atau istri atasan. Via istri pimpinan perubahan kebijakan bisa diusahakan. Makanya si penjilat akan mencari tahu hoby kesukaan dari istri atasannya lalu memberi hadiah sebanyak dan sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Kebohongan bisa saja ditutup disamarkan. Namun nafsu haus kedudukan sangat mudah membuka tabir penutup kebohongan kepalsuan. Pencari muka yang biasa menggunakan jurus andalannya sering juga disebut sebagai penjilat. Para menteri khalifah Harun al Rasyid yang selama ini menjadi musuh dalam selimut, pembuat gaduh dalam istana, pelopor keresahan dalam masyarakat ternyata sangat mudah diciduk hanya dengan sebuah tipuan dari Abu Nawas yang cerdik. Ternyata mengetahui siapa para penjilat yang mencari muka dalam sebuah komunitas atau organisasi dan masyarakat sangatlah penting agar keadilan hukum, stabilitas keamanan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan dapat berjalan dengan baik.
Mari kita jadikan renungan petuah bernilai dari Buya Hamka : “Banyak orang yang tidak kaya, tetapi rohnya kaya dan akhlaknya mulia. Hanya saja kemiskinan menutup rupanya dihadapan orang banyak. Orang yang beruang menutup kebusukannya dengan berbagai macam upaya; dan ikan-ikan didalam kolam, yaitu orang-orang yang pandai bertanam tebu di bibir, karena mengharapkan uang, ia pun menolong menutupi aib orang yang dijilatnya.”
Buya hamka melanjutkan petuahnya : “Uang adalah barang singgah yang entah ia pergi dulu dari kita dan meninggalkan kita dengan tidak memiliki uang seperti orang miskin. Atau kita yang terlebih dahulu meninggalkannya dan ia pindah ke tangan orang lain. Lalu, kita kembali ke akhirat dengan sehelai kain kafan. Namun, apabila kita telah kaya, biarkanlah ia datang dan pergi sehari sekali, duduk kita tidak akan tergoncang dan berdiri tidak akan condong. Sebab hati kita telah kaya.”
Penjilat sepaket dengan pencari muka. Sama-sama tak milki akhlak mulia. Senang badan dan hatinya diatas kesusahan dan penderitaan orang lain sekitarnya. Dengan kata lain, senangnya dari tumpukan kesusahan orang lain, ibarat benalu duduk hinggap di pohon jambu. Batang pemilik bernama jambu, tapi manfaat hidup milik benalu. Penjilat yang mencari muka hakikatnya telah mati sebelum kematian sebenarnya datang menghampirinya. Bahaya yang ditimbulkan dari ulah polah para penjilat pencari muka cukup parah. Rumah tangga bisa diretak dipisah, anak dan orang tua mampu di adu dipertentangkan, se-organisasi se-kelompok dakwah bisa di gosok di bentur agar pecah. Karena begitu bahayanya keberadaan para pencari muka yang menjilat, maka waspadalah dengan lebih dini mendeteksi titik koordinatnya supaya mudah diambil sikap sebagai jalan keluar.
*Penulis adalah Penghulu Muda KUA Kec. Susoh,Abdya dan juga Anggota IKAT Aceh.