Oleh : H. Roni Haldi, Lc*
Setelah melaksanakan tugas memimpin prosesi Akad nikah pada kamis, 26 Maret 2020, walaupun dilingkungan Kementerian Agama sudah mengeluarkan himbauan untuk berkantor di rumah namun para penghulu dan ASN di Kantor Urusan Agama (KUA) masih menyelesaikan tugas terkait pernikahan.
Sambil melepas penat saya membuka Facebook. Walau statusnya punya kemarin, namun karena isi status itu membuat saya tertarik untuk membacanya karena berkaitan erat dengan kondisi terkini berkaitan dengan penyebaran covid-19. Apalagi yang punya status adalah orang nomor satu di Negeri Breuh Sigupai, Bapak Akmal Ibrahim, SH.
“Tadi pagi saya minta Pak Wabup dan sekda membahas rencana penanggulangan corona. Bagaimana kalau langkah antisipatif ini kita lakukan secepatnya.
Diantara beberapa langkah perencanaan itu–sekali lagi ini cuma masih rencana–, adalah sbb;
1. Setiap desa wajib menyediakan dana desa sebesar Rp 50 hingga Rp 200 juta untuk penanganan corona. Dana atau dalam bentuk barang, diberikan kepada masyarakat langsung karena mereka tak bisa bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selama kewajiban tetap tinggal di rumah. Pengelola dan peruntukan dana ini tetap pada pemerintahan desa.Kalau dana ini mudah. Tinggal saya ubah Perbup dan memerintahkan agar pencairan dana desa harus ditolak tanpa program darurat korona.
2. Seluruh biaya perjalanan dinas, baik saya dan Wabup, DPRK, dan semua instansi otonom, dipangkas setengah. Hasilnya digunakan untuk mendukung kerja tim medis, fasilitas medis, biaya operasional, serta intensif khusus tim medis, bahkan tim penanggulangan corona abdya.
3. Kesempatan bersedekah umum. Untuk bupati dan Wabup, seluruh gajinya disedekahkan. Untuk sekda, ketua dan anggota DPRK, eselon 2, minimal Rp 1 juta per bulan, dan eselon 3, sekitar Rp 500 ribu. Untuk eselon 4 dan staf, seberapa ikhlas saja. Untuk yg tak punya uang, sedekahlah prasangka yg baik, dan kata2 yg baik untuk memberi semangat pada rakyat dan tim medis kita. Mari kita diskusikan langkah2 ini. Sebab rencana ini harus kita sesuaikan dengan regulasi, kecuali point 3. Ayo kita gotong royong dan perbanyak sedekah dalam krisis ini. Jangan panik, tapi kita harus siap.”
Begitulah isi status di akun Facebook pribadi Bapak Bupati Aceh Barat Daya Akmal Ibrahim, SH tertanggal 25 Maret 2020 pukul.13.26 yang saya copy paste tanpa merubah atau menambah agar menjaga orisinilitas dari sebuah kutipan.
Langkah-langkah antisipasi serta himbauan yang direncakan oleh pemerintah kita dukung dan doakan semoga terealisasi dengan baik. Dari semua point, ada yang menarik perhatian saya yaitu “kesempatan bersedekah umum” pada point 3. Karena poin ke 3 itu sudah ditegaskan diluar regulasi, artinya himbauan kepada seluruh masyarakat Aceh Barat Daya untuk bersedekah saling peduli dan berbagi dimulai dari diri sendiri kepada orang-orang yang sangat membutuhkan tanpa melihat kedudukan dan kedekatan.
Terkait dengan perkembangan penyebaran Covid-19, sebagaimana di lansir media atjehwatch.com, Juru bicara pemerintah dalam penanganan Virus Corona; Achamd Yurianto mengatakan, jumlah pasien yang dinyatakan positif Covid-19 pada Kamis 26 Maret 2020 bertambah sebanyak 103 kasus. Saat ini, total keseluruhan pasien Covid-19 di Indonesia menjadi 893 orang. Menurut dia, data ini dikumpulkan sejak pukul 12.00 Rabu 25 Maret sampai pukul 12.00 WIB, 26 Maret. Dan di Aceh pun berdasarkan keterangan Direktur RSUDZA Banda Aceh Direktur RSUDZA Dr dr Azharuddin Sp OT K-Spine FICS kepada, Kamis (26/3/2020). Pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 yang meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, Senin (23/3/2020) lalu resmi dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 atau virus Corona.
Perkembangan penyebaran Covid-19 tentu membawa dampak negatif dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun Pemerintah Propinsi Acèh dan diikuti oleh pemerintah kabupaten/kota tentang langkah-langkah antisipasi namun masih meninggalkan banyak masalah yang belum terurai apalagi terselesai dengan baik. Walau hanya sebatas social distanding dilakukan; sekolah dan kampus diliburkan, Kantor dan ASN dirumahkan, kegiatan melibatkan massa mengundang keramaian telah ditiadakan bahkan kenduri walimahan. Namun sudah muncul masalah baru, apalagi kalau jadi dilakukan lockdown; yaitu semua aktivitas distop siapapun dan apapun kecuali petugas Covid yang bertugas. Masalah ekonomi masyarakat yang sudah pasti turun merosot.
Belum sampai toko-toko sembako ditutup dan pasar ditutup, sudah banyak masyarakat yang mengeluh, apalagi yang mencari penghidupan perhari untuk perhari nya. Katakanlah seorang tukang becak di pasar Blangpidie yang pendapatan hariannya rata-rata Rp. 200.000 – 300.000. Jika mereka berhenti teumarek becak selama musibah wabah Covid-19 ini yang belum jelas sampai kapan berakhirnya, bagaimana dengan makan hari-hari mereka dan keluarganya? Siapakah yang mau membantu kepedihan mereka? Belum lagi penjual sayur di pasar yang di seluruh pasar di Kabupaten Aceh Barat Daya. Dan masih banyak lagi profesi dan pekerjaan yang tak saya sebut. Intinya social distanding saja sudah menimbulkan gejala phiscology distanding apalagi jika kebijakan lockdown jadi diterapkan.
Sesuai firman Allah : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).
Tugas kita bukan saling menyalahkan, menghujat apalagi berusaha menentang segala kebijakan Pemerintah, baik pusat maupun daerah jika ingin perubahan dari kondisi musibah ke kondisi Berkah. Berikhtiar, berdo’a serta dzikir sudah pasti wajib kita lakukan bersama-sama tanpa harus menyepelekan himbauan Pemerintah, apalagi menentangnya dengan tetap keras kepala dengan mengumpulkan massa. Namun, ada salah satu solusi terbaik di saat yang tepat untuk kita lakukan bersama-sama, yaitu dengan menghidupkan budaya “Gerakan Sedekah Bersama” sebagai salah satu solusi mengatasi efek negatif social distanding dan bahkan situasi terburuk berupa lockdown.
Ingatlah kita akan firman Allah yang menyentuh kesadaran kita akan sedekah yang penuh penyesalan. Dimana ajal kematian telah di ujung mata, maka tiada lagi kesempatan terbuka untuk mempersembahkan sedekah dan infaq terbaik kita. Sedekah terbaik itu adalah disaat sebelum penyesalan terlama mendatangi kita.
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.” [QS. Al-Munafiqun : 10].
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga pernah berpesan mengingatkan kita agar tak timbul penyesalan tiada guna :
“Engkau bersedekah dan engkau dalam keadaan sehat dan sangat menginginkan, engkau takut kefakiran dan menginginkan kekayaan, dan janganlah engkau lalai. Hingga apabila (napas) telah sampai di kerongkongan, engkau berkata: Untuk fulan sekian dan untuk Fulan sekian, dan telah menjadi milik Fulan!” (HR. Bukhari).
Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyuruh kita membentengi diri dengan bersedekah agar terhindar dari musibah.
“Bentengilah diri kalian dari siksa api neraka meskipun dengan separuh buah kurma.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dalam hadits lain Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam juga pernah bersabda : “Bersegeralah bersedekah, sebab bala bencana tidak pernah mendahului Sedekah.” (HR. Baihaqi).
Mari kita petik hikmah dari musibah wabah Covid-19 ini yang telah melanda negeri. Dengan do’a dan dzikir serta didorong amalan penolak bala yaitu “Gerakan Sedekah Bersama.” Bupati dan wali bupati bersedekah, Sekda dan pejabat eselon bersedekah, pengusaha dan kontraktor bersedekah, Pegawai Negeri dan Pegawai BUMN/ BUMD bersedekah, dan seluruh lapisan masyarakat bersedekah. Maka wabah Covid-19 ini akan dapat kita lalui dengan penuh keridhaan Allah Taala.
*Penulis adalah Penghulu Muda pada KUA Kec. Susoh Kab. Aceh Barat Daya dan Anggota IKAT (Ikatan Alumni Timur Tengah) Aceh.