+++
Pertengahan 2016
Riska dan Ahmadi akhirnya diwisuda. Ahmadi telat satu tahun dari jadwal semestinya. Ahmadi didampingi oleh kedua orangtuanya yang datang dari Aceh Jaya. Ia menggelar hajatan kecil-kecilan di salah satu rumah makan di seputaran Kota Banda Aceh. Ibnu turut diundang untuk hadir ke sana.
Yang anehnya, justru Riska yang tak menggelar hajatan makan-makan seperti sarjana lainnya.
Padahal, Riska termasuk dari keluarga yang berada. Ini terlihat dari caranya berpakaian hingga aktivitas yang ditunjukannya selama ini.
“Aku ingin berhemat. Hitung-hitung untuk nabung ke Australia nantinya,” ujar Riska beralasan saat ditanya oleh Ibnu terkait keputusannya itu. Ibnu sendiri mendukung keputusan tersebut.
Usai prosesi wisuda, gadis cantik peranakan Jawa-Aceh ini langsung menghilang dari kerumunan. Ibnu menduga ada sesuatu yang ‘aneh’ dengan prilaku Riska itu. Terlebih, tak satupun orangtuanya yang hadir ke AAC Dayan Dawood.
Riska hanya meminta Ibnu hadir ke sana mewakili keluarganya. Sama seperti yang dilakukannya setahun lalu. Bedanya, wajah Riska murung sejak pagi hingga acara selesai.
“Mungkinkah keluarga Riska sedang bermasalah? Atau ada sesuatu yang ditutupinya?” gumam Ibnu dalam hati. Tapi ia enggan bertanya.
Ibnu memberi kepercayaan penuh pada Riska. Ia tidak akan bertanya kecuali gadis itu bercerita sendiri. Bagi Ibnu, ada hal-hal privasi yang mungkin tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ia cuma berharap Riska baik-baik saja.
Usai ditinggalkan Riska, Ibnu mengendarai Supra Fit-nya untuk memenuhi undangan Ahmadi. Di rumah makan yang dituju, Ahmadi terlihat sibuk melayani tamunya yang datang dari berbagai kalangan.
Selama ini, Ibnu berpikir jika kawan satu kos-nya itu hanya berteman dengan dirinya seorang. Tapi perkiraannya itu ternyata salah. Ahmadi ternyata memiliki kolega yang banyak. Ini terbukti jika hajatan yang digelarnya ternyata dihadiri oleh banyak orang. Mulai dari yang muda seperti para mahasiswa aktif hingga bapak-bapak berpakaian dinas.
Satu jam di lokasi acara, Ibnu meminta izin untuk pamit. Tujuannya, agar tamu lain kebagian tempat di lokasi hajatan tadi.
Ibnu kemudian memilih berangkat ke Warkop Pinggir Kali yang menjadi tempatnya berjualan burger selama ini. Namun di lampu merah Simpang Lima, ia tidak sengaja melihat mobil yang biasa ditumpangi oleh Riska. Mobil tersebut pernah dipakai gadis itu untuk menjemputnya pada acara wisuda setahun lalu.
Kaca mobil terbuka. Aktifitas di dalam dengan mudah terlihat dari luar. Ibnu mencoba mendekat. Di dalam mobil, terlihat ditumpangi tiga orang. Dua laki-laki dan Riska sendiri. Riska masih dengan pakaian toga. Gadis itu memeluk pria dengan erat. Wajahnya justru terlihat ceria.
Karakter Riska berbeda jauh dengan yang ditunjukannya saat wisuda tadi pagi.
Dup..jantung Ibnu tiba-tiba berdetak kencang. Ada api cemburu yang seolah membakar dirinya.
Dari arah belakang, pria itu juga memeluk Riska dengan erat. Mereka seolah pasangan yang amat serasi. Pria itu berbaju loreng.
Bagi Ibnu, dunia seakan berhenti saat itu. Ia seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ia menatap dengan kaku. Jaraknya dengan mobil tadi hanya dua meter. Hatinya benar-benar hancur. Namun ia tidak memiliki hak untuk marah. Toh, Riska juga tak memiliki hubungan apapun dengannya.
Selama ini, Ibnu memberi kebebasan kepada Riska untuk mencari lelaki terbaik. Dan sekarang, mungkin, lelaki terbaik tadi adalah pria berpakaian loreng yang bersama Riska tadi. Tapi kenyataan tersebut tetap membuatnya patah hati.
[Bersambung]