Oleh : H. Roni Haldi, Lc*
ABDYA- Media sosial adalah alat untuk bersosialisasi dan berkomunikasi. Menyampaikan dan menerima berita yang dilakukan secara online. Bahkan lebih jauh sangat memungkinkan semua orang dapat berinteraksi dan mengakses berita tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Fungsi media sosial akan semakin terasa fungsi dan nilainya disaat jarak yang jauh membatasi, apalagi seperti sekarang ini yang sedang dalam kondisi social distanding akibat penyebaran virus Covid-19. Mulai dari sekolah dan madrasah serta kampus diliburkan, Kantor dan perusahaan diterapkan work from home (WFH), sebagian mesjid tidak melaksanakan jum’at dan hampir seluruh pengajian oleh Ustadz tenar dilakukan secara online menghindari tatap muka mengumpulkan massa.
Namun, seiiring dengan perkembangan zaman terkadang sebagai orang kurang bijak dan abai terhadap adab dan etika bermedsos. Begitu mudah men-share suatu link berita, entah berita dari status facebook teman, entah berita online, dan sejenisnya, lebih-lebih jika berita tersebut berkaitan dengan kehormatan saudara muslim atau berita yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas. Betapa sering kita jumpai, suatu berita yang dengan cepat menjadi viral di media sosial, di-share oleh ribuan netizen, namun belakangan diketahui bahwa berita tersebut tidak benar adanya.
Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kita agar berkata yang baik saja, jika tidak ambil sikap diam.
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 74).
Nah, sekarang apa langkah yang mesti dilakukan terhadap kabar berita yang kita dengar atau dibaca, yang kita sendiri belum yakin tentang kebenarannya? Jawabannya adalah tabayyun. Tabayyun harus menjadi prosedur tetap bagi setiap muslim dalam menerima informasi dari mana pun dan dalam lingkup apapun. Baik dalam keluarga, masyarakat, dan bahkan bernegara.
Tabayyun adalah refleksi diri untuk memperoleh suatu kebenaran dari berita dan informasi tertentu. Sebagaimana Allah SWT mengingatkan dalam surat Al Hujarat ayat 6.
“Tatkala datang kepada mu orang yang fasiq membawakan berita, maka tabayyunlah.”
Bolehlah kita berkaca dari kisah antara Nabi Sulaiman alaihi salam dengan burung hud-hud dalam Surah An-Naml [27] ayat 20-27. Ketika hud-hud absen lalu kemudian memberi kabar tentang seorang ratu di kota Saba yang rakyatnya menyembah matahari, Nabi Sulaiman tidak tergesa-gesa dalam menelan berita dari hud-hud.
Pada ayat ke-27 beliau berkata, “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. Apa yang dilakukan Nabi Sulaiman bisa dijadikan teladan. Mendengar kabar penting dari hud-hud, beliau tidak langsung reaksioner dan gegabah dalam memutuskan sesuatu. Beliau masih menunggu dan berupaya untuk mengklarifikasinya. Itu dilakukan bahkan kepada hewan sekalipun agar tidak salah dalam menerima berita.
Dampak dari kehati-hatian dalam menerima berita ini begitu dahsyat. Ratu Saba yang sebelumnya penyembah berhala pada akhirnya beriman bersama Nabi Sulaiman. Menariknya, ketika sang ratu mendapat surat yang dikirim Hud-Hud atas nama Allah dari Sulaiman, dia juga melakukan klarifikasi dan begitu hati-hati, berembuklah ia dengan para pembesar istana dan mengirim utusan kepada Sulaiman, yang pada akhirnya ia bersama pengawal datang langsung menemui Sulaiman. Kedua-duanya sangat hati-hati dalam menerima berita dan akhirnya berbuah manis yaitu keimanan kepada Allah Subahanahu wata’ala. Sebuah teladan luhur yang perlu dicontoh umat manusia di era digital.
Pada waktu itu, tidak diragukan lagi betapa canggihnya teknologi yang dimiliki Nabi Sulaiman. Memiliki pasukan dari berbagai makhluk (manusia, jin dan hewan). Bisa membangun istana dari kaca yang di bawahnya ada kolam. Kendaran yang cepat. Bahkan mampu memindahkan singgasana Ratu Saba dengan hanya sekedipan mata. Semua kecanggihan teknologi yang dimilikinya menimbulkan dampak manfaat yang besar.
Rahasianya, semua kecanggihan itu tidak membuatnya lupa diri. Anugerah besar itu justru membuatnya selalu bersyukur kepada Allah. Dan yang tak kalah penting, beliau sangat hati-hati dan melakukan tabayyun dalam menerima berita.
Konsep tabayyun ini juga memberikan kedewasaan berfikir dan kebijaksanaan bertindak dalam menyikapi berbagai informasi maupun fenomena yang sedang terjadi. Adapun beberapa upaya yang ditawarkan guna bertumbuhnya sifat tabayyun adalah pertama, Tidak dengan mudah percaya begitu saja terhadap informasi yang didapat dengan cara mencari berita dari sumber portal resmi yang terpercaya, kemudian membandingkan isi dan intisari dari suatu berita. Kedua selidiki sumber dan faktor apa saja yang mempengaruhi muncul dan datangnya suatu informasi hingga seberapa baik kredibilitas dari sumber yang mengabarkan. Kemudian mancari duduk masalahnya, ialah sudah sepatutnya kita mengetahui asal usul dari suatu masalah dan melacak sumber yang benar.
Selanjutnya teliti dalam membaca sebuah informasi. Ketelitian diperlukan guna menganalisis informasi yang datang, apakah merupakan informasi yang benar atau suatu upaya untuk menimbulkan provokatif. Berikutnya jangan mudah menyebarkan berita tanpa telaah terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan kebanyakan orang menshare dan menyebarkan suatu berita berupa gambar, kabar berita, tulisan, dan video dengan hanya berdasarkan judul yang bombastis tanpa menelaah suatu informasi yang didapatkan. Buka Facebook atau whatsApp apakah itu di grup, lihat judul atau gambar langsung klik share atau bagikan tanpa membaca atau melihat lebih lanjut isi dari konten yang didapat. Dan yang menerima kiriman pun juga berlaku sama dengan si pengirim, klik share langsung teruskan ke grup atau teman lainnya. Begitulah terus berlanjut.
Akibatnya, muncullah berbagai macam keburukan seperti kekacauan, provokasi, ketakutan, atau kebingungan di tengah-tengah masyarakat akibat penyebaran berita semacam ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan dalam sabdanya,
التَّأَنِّي مِنَ اللهِ , وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
“Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 10/104 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 3/1054)
Marilah kita kembali kepada prinsip cek dan ricek atau tabayyun terhadap sesuatu yang kita dapati baca maupun kita lihat. Apalagi disaat virus Covid-19 sedang mewabah di seluruh dunia. Salah satu upaya terbaik paling minimal yang bisa kita lakukan adalah tabayyun dan menahan jari tangan kita untuk tidak tergesa-gesa meng-klik share suatu kabar berita atau informasi yang kita sendiri belum yakin akan kesahihannya agar tak menimbulkan dampak trauma sosial yang luas dalam masyarakat. Tergesa-gesa menyebarkan suatu kabar berita tanpa tabayyun jelas lebih pasti mafsadat dan mudharatnya. Sedangkan budaya bertabayyun akan mendatangkan maslahat dan manfaat untuk diri, keluarga dan masyarakat umumnya. Jangan cepat latah menebar ketidakpastian, karena bisa menambah besar musibah wabah.
*Penghulu Muda KUA Kec. Susoh, Aceh Barat Daya Dan Anggota Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT l) Aceh.