New York – Amerika Serikat melakukan uji klinis Famotidine, senyawa aktif dalam obat Pepcid, yang dijual bebas terhadap pasien COVID-19. Uji dengan obat yang biasa digunakan untuk masalah lambung itu dilakukan di Northwell Health di wilayah New York City.
Uji terlah berjalan secara diam-diam karena khawatir persediaannya habis di pasaran jika dilakukan terbuka. “Jika kita membicarakan hal ini kepada orang yang salah atau terlalu cepat, pasokan obat akan hilang,” ujar Kevin Tracey, mantan ahli bedah saraf yang bertanggung jawab atas penelitian di Northwell Health, seperti dikutip dari Science Mag, Minggu 26 April 2020.
Pada 7 April, pasien COVID-19 pertama di Northwell Health mulai menerima famotidine secara intravena, sembilan kali lipat dari dosis saat sakit mules. Pada 24 April, sebanyak 187 pasien COVID-19 dalam status kritis, termasuk mereka yang sudha bergantung ventilator, telah terdaftar. Secara total, uji klinis akan dilakukan pada 1.174 orang.
Menurut sebuah laporan dari Cina dan hasil pemodelan molekuler, Famotidine tampaknya mengikat enzim kunci pada sindrom pernapasan akut yang disebabkan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. “Kita akan tahu itu dalam beberapa minggu ke depan apakah benar berhasil seperti itu,” kata Tracey.
Tracey dan rekan-rekannya mempelajari Famotidine setelah ada studi atas beberapa pasien COVID-19 di Cina yang miskin namun ‘bernasib’ baik di tengah pandemi. Menurutnya, studi pada pasien di Cina itu belum dipublikasikan namun dia dikuatkan oleh dokter spesialis menular dari Rumah Sakit Umum Massachusetts Michael Callahan yang terlibat dalam penelitian di Cina.
Callahan menyatakan telah mengamati penggunaan Fomitidine di kalangan warga kelas bawah di negeri itu. Konsumsi obat sakit perut itu, menurutnya, mampu membuat warga kelas bawah bertahan lebih lama daripada mereka yang lebih kaya, yang cenderung menggunakan obat berbeda dan lebih mahal.
“Para petani benar-benar terlihat baik menggunakan Famotidine,” kata Tracey seperti dikutip dari laman CNN, sambil menambahkan, “ada banyak anekdot yang beredar dan memberikan kita harapan.”
Tracey mengatakan selain pengamatan yang dilakukan di Cina, Laboratorium Alchem yang berbasis di Florida juga menggunakan model komputer untuk membuat daftar obat yang ada dan kemungkinan dapat memerangi virus corona baru itu. Nama Famotidine disebutnya muncul di daftar paling atas.
“Itu karena secara teoritis, struktur Famotidine sedemikian rupa sehingga dapat menghentikan replikasi virus, dengan cara yang sama seperti protease inhibitor yang digunakan untuk mengobati HIV dan menghentikan virusnya,” katanya.
Sumber: Sciencemag/ CNN