DUA hari menjalani perawatan di Pukesmas Bireuen, Buyung kemudian memboyong Sakdiah ke RSUZA Banda Aceh. Tujuannya, wanita itu mendapat perawatan yang lebih baik. Buyung tak peduli meski Sakdiah menolak dengan sejumlah alasan.
Mereka berangkat di akhir pekan menuju Banda Aceh. Buyung bahkan memboyong Rukaiyah, Ibnu dan Dara dalam rombongan.
Buyung berharap keberadaan Ibnu di sisi Sakdiah, bisa membuat wanita itu cepat sembuh. Jika Sakdiah harus menjalani perawatan lebih lama, maka Rukaiyah dan Dara akan kembali lebih cepat ke Bireuen. Tinggal dirinya bersama Ibnu untuk menjaga Sakdiah di RSUZA Banda Aceh.
Rukaiyah dan Buyung sudah sepakat untuk menjaga Sakdiah bergilir selama perawatan. Wanita tua itu sudah dianggap sebagai keluarganya.
Sayangnya, tiba di RSUZA, Sakdiah malah diagnosa mengalami komplikasi. Luka dalamnya dalam tahap serius.
“Proses pengobatannya lebih lama pak. Kemungkinan sembuh seperti sediakala juga kecil,” ujar dokter di RSUZA.
Hasil konsultasi dengan dokter tadi, Buyung kemudian mencoba berembuk dengan Rukaiyah. Ia kemudian memutuskan untuk kembali memulangkan Ibnu ke Bireuen.
Kondisi Sakdiah sendiri kian hari kian kritis. Sepekan berada di RSUZA, ia kemudian menghembuskan nafas yang terakhir.
Kondisi ini membuat Buyung berduka. Ia sudah berusaha maksimal untuk membantu Sakdiah tapi ternyata takdir berkata lain.
Yang paling sulit adalah menceritakan informasi soal Sakdiah kepada Ibnu. Ia khawatir jika informasi tersebut akan membuat Ibnu shock serta histeris. Namun Sakdiah adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Ibnu. Mau tak mau, Buyung harus menyampaikan kabar duka tersebut kepada anak angkatnya itu.
Bahwa Ibnu kini tinggal sendiri.
“Ibumu sudah meninggal, Nu. Namun kau tidak sendiri. Ada kami yang akan menjagamu kini,” ujar Buyung usai membawa pulang jenazah Sakdiah ke Bireuen. Jenazah Sakdiah di bawa ke rumah pribadi Buyung yang tak jauh dari rumah makan miliknya. Pasalnya, rumah yang ditempati oleh Sakdiah di Bireuen selama ini berstatus sewa dan tak mungkin menguburkan di lahan milik orang.
Sementara seluruh keluarga Sakdiah di Julok dan Simpang Ulim telah tiada. Buyung sendiri tak tahu harus menghubungi siapa terkait penguburan tersebut.
Jenazah Sakdiah akhirnya dimakamkan di kuburan milik kampung setempat.
Namun Ibnu tak berkata-kata terkait kesedihannya itu. Ia hanya memeluk jenazah itu hingga akhirnya di bawa ke kuburan umum.
Bocah itu bahkan tersenyum melihat kuburan milik ibunya. Keadaan ini sempat membuat Buyung cemas.
“Ibuku sudah tenang sekarang. Ia tidak lagi menderita. Ia kini sudah berkumpul dengan ayah dan dua abangku di syurga,” ujar Ibnu.
“Mereka pasti sedang bahagia di sana. Cepat atau lamban, aku akan segera menyusul mereka,” kata Ibnu.
Dua kalimat yang disampaikan Ibnu membuat hati Buyung tersentuh. Ia berjanji menjaga Ibnu seperti anaknya sendiri.
[Bersambung]