+++
BUYUNG benar-benar menjalankan komitmennya untuk menjaga Ibnu selepas ditinggal Sakdiah untuk selamanya. Ia menganggap Ibnu seperti anak laki-lakinya sendiri. Apalagi, selama ini, ia hanya memiliki seorang anak perempuan yang usianya tak jauh terpaut dari Ibnu.
Ia juga memberi perhatian untuk Ibnu sama seperti anaknya sendiri. Bahkan kadang-kadang, Ibnu mendapat prioritas utama darinya, dibandingkan anaknya sendiri. Sikap ini kadang menimbul protes dari Dara, anak perempuan satu-satunya itu.
“Ayah lebih sayang sama Ibnu dibanding Dara. Apa yang dibutuhkannya selalu dituruti. Sedangkan permintaan Dara ditunda selalu,” protes anaknya Dara suatu ketika.
“Selama ada Ibnu, Dara dinomorduakan.”
Terkait hal ini, Buyung mencoba menasehati anaknya tersebut secara halus. Ia tidak mau timbul kecemburuan antara Dara dan Ibnu. Ia khawatir kondisi ini membuat Ibnu serba salah dan kemudian tidak betah tinggal bersamanya.
Padahal, ia dan Rukaiyah telah berjanji menjaga Ibnu saat Sakdiah masih hidup. Konon lagi, sekarang Ibnu tidak memiliki anggota keluarga seorangpun.
“Nak. Kau dan Ibnu, sama dimata ayah. Kalian anak ayah sekarang. Apapun akan ayah lakukan untuk kalian berdua. Ibnu tidak punya siapapun sekarang, kita harus menjaganya baik-baik. Jangan sampai protes kakak, didengar oleh Ibnu. Kasihan dia,” ujar Buyung.
Penjelasan Buyung membuat Dara sedikit melunak. Keluarga Buyung kemudian jauh lebih harmonis dibanding sebelumnya.
Usaha rumah makan yang dirintis oleh Buyung dan Rukaiyah, secara pelan, juga mulai mengalami perkembangan. Rumah makan mereka jadi prioritas warga di Bireuen saat jam makan tiba. Kondisi ini mengakibatkan omset pendapatan Buyung dan limpahan rizeki bagi keluarganya.
Buyung percaya bahwa Ibnu mendatangkan keberuntungan baginya. Apalagi, ia termasuk salah seorang yang sering mengikuti ceramah-ceramah agama di seputaran Bireuen.
“Memberi makan anak yatim, maka Allah Swt akan melimpahkan rezeki kepada kita,” begitu isi ceramah yang sering didengarnya.
Memasuki tahun 2003, keluarga Buyung sempat diterpa isu yang tak sedap. Rumah makan miliknya sempat disegel karena dituding tak higienis. Isu ini disebarkan oleh lawan bisnisnya. Isu tersebut sempat berpengaruh pada omset pemasukannya selama berbulan-bulan.
Penerapan darurat militer juga semakin memperparah krisis tadi. Namun Buyung dan keluarga tetap optimis bisa melewati krisis tersebut.
Naas, di awal 2004, mobil yang ditumpangi oleh Buyung dan Rukaiyah terbalik di perbatasan Bireuen-Bener Meriah. Keduanya meninggal di lokasi. Sedangkan Dara dan Ibnu tak ikut dalam perjalanan tersebut karena sedang sekolah.
Rukaiyah sendiri tidak lagi memiliki keluarga di Aceh. Kondisi ini membuat Ibnu kalut dan akhir meninggalkan rumah. Ibnu merasa bersalah setelah mendengar omongan warga di sekitar rumah Buyung bahwa ia pembawa sial.
Ia dituduh bahwa siapapun yang berhubungan dengannya akan bernasib naas dan meninggal.
Dari keluarga kandung hingga Buyung dan Rukaiyah yang menjadi penyelamatnya selama ini.
[Bersambung]