BANDA ACEH – Pengamat politik Aceh, Taufiq A. Rahim, meminta Satgas Pengawasan yang dibentuk oleh DPR Aceh untuk menjalankan fungsinya secara maksimal. Pasalnya, besaran alokasi dana penanganan Corona di Aceh dinilai sangat rawan terhadap penyelewengan.
“Maka tugas Satgas DPRA dimulai dari bawah ke atas, dibantu relawan independen, sehingga semua disisir tanpa direndom, saya yakin dalam waktu singkat semua diperoleh temuan, baik penyaluran berbagai kebutuhan sembako, penanganan covid-19, dan berbagai masalah sosial baru. Karena data dari atas tidak tepat, sehingga data dari bawah akan berbeda,” ujar Taufiq A Rahim, kepada atjehwatch.com, Rabu malam 6 Mei 2020.
Maka, kata Taufiq, memang kerja Satgas harus efektif, tepat sasaran, efisien dan terkesan oposisi.
“Maka yang bertugas adalah independen, bukan orang dibawah koordinasi eksekutif (Plt. Gubernur dan jajarannya), karena Plt. Gubernur juga pimpinan atau ketua partai politik yang berlaku oligarki politik, sehingga maksud pengawasan dari Satgas DPRA pasti tidak berhasil sebagaimana diharapkan masyarakat.”
“Jika tidak efektif tim ini h(Satgas-red) anya mengejar SK dan honor, sebaiknya dibubarkan saja dan nenghabiskan uang rakyat saja.”
Di luar hal tadi, kata Taufiq, terbentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Penganan corona virus disease 2019 (Covid-19) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) merupakan suatu langkah maju di tengah tanda tanya rakyat Aceh.
“Hal yang diharapkan kerja Satgas ini mesti maksimal, jangan sekedar dibentuk dengan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Ketua DPRA, namun silahkan melakukan aksi. Terutama mengawasi dana covid-19 yang dikelola oleh Pemerintah Aceh digunakan dari anggaran publik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020, saat ini menjadi tanda tanya besar, baik besar dananya apakah Rp 1,7 triliun atau yang diduga mencapai Rp 4 triliun. Ini sangat krusial, karena ini uang rakyat yang notabene saat ini dipercayakan kepada elite, pemimpin atau eksekutif Aceh (Plt. Gubernur dan SKPA) dengan hitung-hitung dilakukan oleh mereka, bahkan banyak ditemukan tidak rasional dan “mark-up” yang berlebihan di atas harga baik eceran maupun grosir.”