BANDA ACEH – Pengamat politik Aceh, Taufiq A Rahim, mengatakan penggunaan dana refocusing sebagai penyangga keuangan menghadapi corona virus disease 2019 (Covid-19), yang merupakan hasil SKB Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu) muncul, serta menjadi persoalan di tengah rakyat Aceh.
“Maka keluar “akal-akal bulus” dan pikiran yang diekspose oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, kemudian dengan ketidakpahaman Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tentang mekanisme kebijakan dan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan yang melekat pada legislatif secara politik, meng”amin” penggunaan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT), tanpa proses pengesahan di DPRA,” ujar Taufiq dalam pernyataan yang dikirim ke atjehwatch.com, Jumat 8 Mei 2020.
“Ini katanya, akan mengeluarkan anggaran refocusing Rp 1,7 triliun, pada saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan. Nah selama ini apa yang berlaku? Juga apa pula dasar serta ketetapan hukumnya keluar dana anggaran Rp 1,7 triliun.”
“Sementara itu persoalan di tengah masyarakat akibat yang semakin kritis dari dampak pandemi Covid-19 sudah sekian bulan, saat ini sudah Mei 2020. Kemudian bagaimana pula dasarnya, selama ini sementara sudah menggunakan sekitar Rp 57 miliar, dari sekitar Rp 184 miliar dari BTT yang digunakan selama ini,” katanya lagi.
Menurutnya, maka dapat dipastikan, aksi yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh dengan Gugus Tugas Covid-19 selama ini, memanfaatkan anggaran belanja publik yang digeser dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020, dengan berbagai alasan yang dicari-cari, mengada-ada serta akal-akalan melebihi Rp 1,7 triliun.
“Hal ini dalam rangka kebijakan anggaran yang tidak memiliki dasar berpijak sesuai dengan mekanisme belanja publik, dan kebijakan politik anggaran yang patut menjadi pertanyaan, disamping ketertutupan informasi atau transparansi penggunaan anggaran tidak terbuka yang semrawut serta asal-asalan,” kata Taufiq. []