BAU mawar semebak. Ia seolah berada di kebun bunga. Bau khas yang selama ini cukup akrab dengan seseorang.
Ibnu mencoba mengamati sekeliling. Namun sosok yang dicari luput dari pandangannya.
Hanya ada beberapa muslimah yang berada di barisan antrian terakhir.
Ibnu kemudian berlari kecil ke barisan belakang guna memastikan instingnya benar adanya. Namun beberapa muslimah tersebut justru keheranan melihat tingkahnya yang tak biasa.
Mereka bukanlah sosok yang dicari oleh Ibnu. Padahal, sebelumnya, ia cukup yakin jika sosok pemilik bau mawar yang dikenalnya selama ini sedang berada di sekitar bandara. Atau minimal dalam jarak yang cukup dekat.
“Maaf saya pikir ada kawan saya di barisan ini,” ujarnya kepada wanita tadi. Mereka mengangguk dan tersenyum. Demikian juga dengan para bule lainnya yang sedang antri di sana untuk pulang kampung.
Ibnu tertunduk lesu. Entah kenapa, ia sangat berharap jika gadis ‘bau mawar’ berada di sana dan kemudian tersenyum ke arahnya. Harapan tersebut, mungkin sedikit egois, karena kini ia telah memiliki Dara di sisinya.
“Kenapa Nu?” tanya seseorang dari arah belakang.
Saat Ibnu berpaling, ada Dara di sana yang berdiri anggun dengan sekantong makanan yang baru dibelinya. Gadis itu nyaris sempurna.
“Haruskah hatiku masih mendua? Padahal Dara sudah cukup baik kepadaku. Ia juga tunanganku kini,” gumam Ibnu dalam hati. Ia mencoba tersenyum dan kemudian menghampiri Dara.
“Tidak ada. Aku mencarimu tapi kau justru berdiri di belakangku,” ujar Ibnu mencoba menutup apa yang sedang terjadi.
Dara tersenyum. Ia kemudian mengangkat barang yang dibelinya ke wajah Ibnu.
“Yuk kita makan dulu. Masih ada 45 menit sebelum berangkat kan?” ujar Dara.
Ibnu mengangguk dan keduanya memilih meja yang berada di sudut. Ada berbagai makanan ringan serta nasi hangat yang dibeli Dara.
“Makanlah nasi. Nanti kau akan susah mencari nasi di Australia,” ujar Dara.
Perlakuan baik Dara membuat Ibnu tersentuh. Ia merupakan karakter wanita idaman yang menjadi dambaan setiap pria. Cantik, pintar serta memiliki karier yang bagus di ibukota. Namun di sisi lain, ia justru merindukan wanita lain, yang kini entah berada di mana.
Ibnu mengamati Dara dengan tatapan penuh perhatian. Tatapan itu bahkan tak beralih ketika sang gadis balik memandangnya.
“Apakah benar kau tidak tertarik dengan lelaki lain sebelum bertemu denganku? Atau mengetahui wasiat tentang kita,” ujar Ibnu tiba-tiba.
Dara tersenyum. Ini merupakan pertanyaan kesekian kalinya dari Ibnu terkait hal tadi. Pemuda itu seolah tak percaya dengan pengakuannya selama ini.
Dara tak menjawab. Ia justru bersikap cuek dengan menyantap makanan ringan yang dibelinya tadi.
“Di Kementerian Pariwisata pasti banyak pegawai laki-laki yang ganteng-ganteng ya,” kata Ibnu lagi.
Kali ini, Dara mengangguk. Ia ingin membuat Ibnu cemburu dengan asumsinya sendiri. Tujuannya, agar lelaki itu bisa menetapkan hatinya segera dan tidak berlama-lama di Australia nantinya.
“Seperti katamu. Kita masih bebas hingga benar-benar ijab Kabul nanti. Kalau kamu akhirnya memilih yang lain di sana. Aku akan memilih salah satu lelaki yang mencoba menarik perhatianku selama ini untuk menikah,” ujar Dara.
[Bersambung]