PENERBANGAN dari Jakarta- Indonesia ke Sidney- Australia, memakan waktu hampir 6 jam 55 menit. Namun Ibnu merasakan jauh lebih lama dari waktu semestinya. Waktu seolah bergerak lamban.
Riska terus mengamati Ibnu. Sementara Dela memutuskan untuk tidur.
“Apa Mas Ibnu terus diam seperti ini? Aku tahu jika Mas tidak sedang dalam posisi tidur?” ujar Riska usai sekian lama mereka terdiam.
Ibnu membuka mata. Ia kemudian berpaling menghadap gadis cantik itu.
“Aku tak mau melukaimu lebih dalam. Aku tak mau memberi harapan yang tak mungkin terwujud,” kata Ibnu kemudian.
“Saat ini ada wanita lainnya yang memiliki ikatan denganku. Jika aku memilihmu, berarti aku harus meninggalkannya. Itu juga berarti aku akan melukainya. Ia dan keluarga sudah begitu baik padaku. Aku harap kau bisa menerima keadaan ini,” ujar Ibnu lagi kemudian.
Riska menarik nafas panjang. Jawaban tersebut paling tak ingin didengarnya.
“Tapi Mas baru bertemu dengannya setelah sekian lama berpisah. Mas tidak mencintainya,” ujar Riska lagi.
Kali ini ia berbicara dengan nada setengah berbisik. Ia tidak ingin curhatnya itu didengar oleh seluruh penumpang.
“Cinta itu bisa hadir setelah menikah nanti. Sesuai aturan agama, aku akan mencintai istriku nanti dengan segenap jiwa dan raga,” ujar Ibnu.
“Untuk saat ini, aku berharap kita berdua bisa focus pada pendidikan. Ini harapan orangtuaku dan orangtuamu. Ada banyak tahapan yang telah kita tempuh untuk mengejar momen seperti sekarang. Jangan sia-siakan itu,” ujar Ibnu lagi.
“Dua tahun bisa mengubah semuanya. Demikian juga dengan dirimu. Siapa tahu nanti kau akan ketemu dengan jodohmu di sana. Persepsimu akan berubah. Ini bukan soal kita. Tapi juga orangtuamu dan juga orang-orang lain yang sayang pada kita. Pikirkan juga mereka,” kata pria itu.
Riska terdiam. Ia menghembus nafas karena gagal mempengaruhi Ibnu.
Apa yang disampaikan oleh Ibnu mungkin ada benarnya. Dedi, orangtuanya, hingga kini belum bisa menerima pria pembuat burger di depannya kini. Orangtua itu berulang kali mewanti-wanti bahwa ia ke Sidney bukan untuk mengejar cinta tapi cita-cita. Namun Riska mencoba mengabaikan petuah itu.
“Wanita yang bersama Mas sekarang pasti sangat baik. Suatu saat aku ingin bertemu langsung dengannya. Aku ingin menjadi sahabatnya,” ujar Riska kemudian.
Ibnu tersenyum. Entah kenapa angannya tiba-tiba terbayang sosok Dara. Wanita muslimah cantik dan baik hati yang tiba-tiba mengisi hidupnya beberapa bulan lalu. Wanita yang mengubah takdirnya.
Mata Ibnu kemudian terkantuk. Entah berapa lama ia terbuai mimpi hingga akhirnya ada sentuhan yang membangunkannya dari mimpi.
“Mas Ibnu, kita tiba di Sidney,” ujar Riska.
Wanita itu menatapnya dengan tersenyum. Raut wajahnya ceria. Seolah tak terjadi apa-apa selama perjalanan.
Ibnu kebingungan.
“Kita sekarang di Sidney,” ulang Riska lagi. []
[Bersambung]