Oleh : Roni Haldi
Usaha menjauhkan diri dari suatu yang mengancam kelangsungan hidup acap kali dilakukan oleh manusia, bahkan paling rendah usaha mempertahankan diri. Takut akan ancaman besar yang menghampiri menghantui, mendorong diri untuk lakukan antisipasi segera.
Ketakutan akan semakin menjadi-jadi, ketika ancaman membesar memuncak terus mendekati. Segala cara upaya awalnya pasti akan diperbuat guna menjaga eksistensi. Jika tak juga terasa aman terkendali memicu diri untuk lari sekuatnya menjauhi. Himpitan lipatan masalah hidup di dunia tentunya tak jarang datang. Adakalanya datang dihadapi, namun jika tak kuasa dilerai selesai memotivasi diri agar menjauhi tak dekat.
Peliknya kesulitan duniawi masih menyisakan ruang dan waktu untuk berfikir menghadirkan jalan keluar atau lari dari belitan kesemrawutan. Sangat jauh berbeda jika dihadapkan diri dengan dahsyatnya kesusahan yang memaksa membelalakkan biji mata menyaksikan kengerian peristiwa yang tak pernah tergambar terbayangkan sebelumnya oleh kita.
Sebuah sumpah penuh dengan kepastian tak terbantahkan dari Dzat Yang Maha Kuasa. Bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit maupun penduduk bumi, melainkan menyesali dirinya sendiri di hari akhir nanti. Ibnu Abu Hatim mengatakan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzhim oleh Imam Ibnu Katsir, setiap orang menyesali perbuatan baik atau buruknya, dan ia mengatakan seandainya aku melakukan amal shalih tak berbuat buruk tentu berbeda yang akan diterima. Di hari itu, orang sangat berharap dikembalikan lagi hidup di dunia mengulang lakonan Sirah dzatiyahnya tuk lebih baik agar peroleh tempat terbaik tentunya. Namun harapan itu takkan kunjung kembali walau Yang Maha Kuasa sangat mampu mewujudkannya dan bahkan lebih dari itu. Yang sulit bahkan tak mungkin bagi kita manusia, mudah saja bagi Allah mewujudkannya.
أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ
“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?” (Q.S.Al-Qiyamah: 3).
Berlari mencari perlindungan akan dilakukan oleh siapa saja yang terancam keselamatannya. Seorang anak akan berlari menjumpai orang tuanya peroleh kasih sayang, seorang bawahan akan berharap mendapat perlindungan jaminan kerja dari atasannya, seorang istri sangat berharap perlindungan kasih sayah suaminya. Semuanya berharap perlindungan. Lari mencari perlindungan kepada makhluk bukan khalik.
يَقُولُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ * كَلَّا لَا وَزَرَ * إِلَىٰ رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ
pada hari itu manusia berkata, “Ke mana tempat lari?” Tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu tempat kembali pada hari itu. [Surat Al-Qiyamah 10-12]
Imam Ibnu Katsir menyebut ayat ini dilalah kiamat besar. Tapi jangankan kiamat besar, kiamat kecil saja tiada yang mampu mengelakkannya. Kedahsyatan situasi yang menggelegarkan manusia beserta seluruh isi dunia. Tidak ada tempat melarikan diri melainkan kepada Penguasa alam itu juga.
(فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ ۖ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ)
“Maka segeralah melarikan diri kepada Allah. Sungguh, aku seorang pemberi peringatan yang jelas dari Allah untukmu”. (Q.S. Adz-Dzariyat 50).
Semasih hidup dan diberi kesempatan hidup, maka hiduplah berarti penuh Budi. Hidup di dunia takkan diulang kedua kali. Walau kita ingin dan berharap sangat hidup kembali ke dunia yang terbentang. Sulit dalam hidup itu sudah pasti menghampiri, namun semuanya itu tak menjadikan diri salah tujuan lari. Jangan lari membawa diri ke perlindungan fana. Karena perlindungan tempat pelarian di dunia semuanya adalah fana bukan kekal selamanya.
Jika sulit, lemah, kecewa dan jatuh, maka bangunlah segera, berlari labuhkan diri dan hati kepada Yang Maha Memiliki dan Menguasai. Lepaskan hati dan diri dari belenggu totalitas kepatuhan lagi ketaatan kepada makhluk. Murnikan penghambaan hati dan diri hanya kepada Allah saja. Merdekakan hati dan diri dari kungkungan doktrin dan kultus makhluk atau kumpulan makhluk. Melangkah lah dan berlari lah memikul beban tanpa tertekan dibayangi butir doktrin buta yang menyempitkan pikiran dan menyesakkan dada.
Orang yang berlari mestilah menatap pasti arah kedepan yang dituju. Melihat ke belakang sebaiknya mulai dikurangi agar hati dan diri mantap menatap berlari ke akhirat tujuan akhir yang pasti dan menjanjikan. Segeralah berlari menjemput menuju keridhaan Khalik bukan pujian kemuliaan dari makhluk. Yakinkanlah dalam sanubari, bahwa jalan ini adalah jalan yang sama dengan jalan lainnya yaitu menuju keridhaan Allah.