BANGUNAN itu berkontruksi kayu serta berbentuk rumah panggung. Namun dindingnya masih terbuka. Mirip balai pengajian.
Suasana relative sepi saat kami bertandang ke sana. Hanya ada suara kendaraan yang terdengar lalu lalang di jalan raya yang hanya sekitar tiga meter dari rumah panggung tadi.
Seorang wanita muda bercadar menyambut kedatangan kami di sana. Dia biasa dipanggil Vera, Owner Kampung Kreatif Aceh, yang berlokasi di Simpang Lampenerut, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar. Balai yang menjadi pusat kegiatan Kampung Kreatif Aceh ini berdiri pas di depan Masjid Lampenerut.
“Inilah tempat kami, Syech,” ujar Vera, wanita bercadar tadi, menyambut kedatangan rombongan kecil yang dipimpin Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc atau akrab disapa Syech Fadhil.
Wartawan atjehwatch.com ikut dalam rombongan ini.
Kami berlima kemudian mengikuti Vera untuk naik ke atas balai tadi. Di sana ada sejumlah kupiah bermotif Aceh karya ibu-ibu di sekitar Darul Imarah. Ada juga tas bermotif Aceh serta kerajinan tangan lainnya.
Kupiah bermotif Aceh tadi kini sedang ramai jadi pembicaraan. Tak hanya di tingkat Aceh tapi juga nasional.
Sebut saja Sandiaga Uno dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Keduanya tak segan-segan memakai kupiah Aceh di pertemuan resmi. Sebelumnya, Ustadz Abdul Somad juga memakai kupiah yang sama.
Kupiah tersebut merupakan hasil karya ibu-ibu di bawah binaan Vera atau payung Kampung Kreatif Aceh.
“Untuk membuat satu kupiah bermotif Aceh ini butuh waktu hingga 15 hari. Ini makanya harganya lebih mahal,” ujar Vera yang merupakan alumni Fakultas Ekonomi Unsyiah dengan angkatan masuk 2006 serta selesai 2011 ini.
Yang menjadi persoalannya kini, kata wanita pemilik Vee Design ini, kupiah dengan motif yang sama kini juga diproduksi oleh perusahaan lain di luar Aceh.
“Mereka menggunakan mesin canggih. Dalam sehari bisa menghasilkan ribuan. Makanya harganya jauh lebih murah. Sedangkan kami itu, jahit tangan. Sekitar 15 hari baru bisa menghasilkan satu kupiah,” ujarnya.
“Saya sudah coba mematenkan motif kupiah ini tapi ternyata ditolak. Saya tidak tahu kenapa,” ujar Vera lagi.
Namun wanita bercadar serta berstatus jomblo ini punya mimpi besar. Dirinya ingin hasil karya ibu-ibu yang dirintisnya sejak 2017 ini tersohor hingga mendunia.
“Saya ingin melatih remaja putus sekolah atau yang punya minat di kerajinan ini. Suatu saat nanti juga memiliki fasilitas yang sama seperti mesin canggih. Sehingga tak kalah saing. Baik di harga maupun di mutu,” kata Vera.
Terkait soal minat warga yang tinggi pada kupiah khas Aceh, Vera mengaku bersyukur.
“Jangan hanya cinta dan bangga memakai kupiah khas Aceh, tapi ternyata produk atau buatan luar (luar-red). Kalau bisa harus dua-duanya. Bangga memakai produk Aceh dan juga hasil karya local Aceh,” ujar Vera bijak.
Di luar aktivitas sebagai Owner Kampung Kreatif Aceh, Vera juga aktif mengajar anak-anak mengaji. Vera juga aktif terlibat dalam Muda Mudah Berbagi. Vera dan beberapa aktivis social lainnya selalu berbagi kuah gratis untuk warga.
“Kata Rasulullah Saw, kalau tidak mampu berbagi daging, cukup kuahnya saja. Ini yang kami lakukan,” kata Vera.
Syech Fadhil sendiri mengaku salut dengan aktivitas yang dilakukan oleh Vera selama ini. Hal ini pula yang membuatnya datang ke Kampung Kreatif Aceh binaan Vera.
Syech Fadhil berharap Vera tak mudah menyerah dan dirinya akan membantu Vera sebisa mungkin.
“Harus diteruskan. Karena ini khas Aceh yang diproduksi oleh warga Aceh. Karya ibu-ibu Kampung Kreatif Aceh. Kalau ada kendala, mohon disampaikan ke kawan saya ini, kita cari solusi bersama,” ujar Syech Fadhil.
Hampir satu jam lamanya, Syech Fadhil dan rombongan berada di lokasi. Syech Fadhil juga membeli sejumlah karya ibu-ibu di sana. Sekitar pukul 15.24 WIB, rombongan ini kemudian pamit dari lokasi.