Oleh Abu West
SETELAH Perdamaian MOU Helsingki, kita dituntut dan diamanahkan oleh rakyat untuk merealisasikan butir butir perjanjian damai dalam rancangan Qanun Pemerintah Aceh sebagai turunan UUPA. Yang di dalam memuat semua aspec keseimbangan antara kepentingan GAM dan NKRI.
Satu periode Pilkada pasca damai Aceh, anggota Legisltif dan eksekutif memacu membahas qanun.
Namun di sisi lain perlu revisi di beberapa point yang bertentangan dengan UU Pemerintah Pusat dan UUD sebagai payung hukum di republik Indonesia karena mustahil dalam UU repubikan kita paksakan sistem demokrasi fideral seperti bab qanun bendera dan lambang daerah, pembagian hasil bumi dan Investor asing serta banyak lagi yang di akui oleh demokrasi fideral tapi tidak disesuaikan dengan sistem pemerintah republic.
Analisa singkat ini menjadi jawaban mengapa kita tidak pernah berhasil menerapkan UUPA secara kaffah di Aceh. Walau sudah 3 periode pemerintahan, meski kita mencoba untuk bersabar namun belum menuai hasil pasti apakah ini akan disahkan oleh pemerintah pusat atau sebaliknya. Kemungkinan besar ini tetap pending selama kita belum tunduk dan mengubah pola UUPA sesuai dengan UU pusat yang nasionalis.
Di sinilah Pemerintah Aceh dituntut untuk mengambil sikap tegas yang di miliki oleh endatu kita dan di akui oleh lawan mereka dahulu kala yaitu sikap superiority complex.
Untuk mencapai kesuksesan dalam menjalankan pemerintahan daerah dan melawan diskriminasi pusat terkadang kita harus Menganggap diri kita dan qanun yang kita rancang lebih tinggi dan mulia dari UU dan aturan mereka dalam hal positif yang sesuain dengan ketentuan hukum dan aturan berlaku inilah yang disebut dengan sikap superiority complex
Untuk menang dan semangat dalam berjuang kita harus membuka diplomasi dalam hal merealisasi butir perdamaian dalam UUPA agar bisa di jalan bahkan dengan sikap superiority complex kalau perlu kita terapkan seperti mengganggap rendah lawan yang menentang untuk kemajuan bangsa kita.
Bila kita bercermin pada masa lalu sejak masa Belanda sangat banyak musuh dari luar ataupun dari dalam pemerintahan Aceh itu sendiri yang berkhianat terhadap kepercayaan masyarkat.
Demikian sekilas makna yang bisa kita simpulkan setelah menyimak nasehat yang diutarakan oleh wali negara Aceh Tengku Muhammad Hasan di Tiro saat yang mulia mengkaji buku The Atjeher Karya Snock Hockgronye walau beliau menekankan pada perjuangan kemerdekaan tapi tidak salah kita qias-kan bahasa yang mulia kepada perjuangan diplomasi Pemerintah Aceh terhadap pemerintah pusat Republik Indonesia.
Untuk membahas sikap superiority complex ini hanpir sama dengan membahas sikap heroik yang dimiliki para pahlawan dalam setiap pergerakan, yang membedakannya di daerah kita semua masyarakat secara universal memiliki sikap superiority complex.
Beda dengan daerah lain yang hanya di miliki oleh para hero dan prajurit saja yang memimpin pergerakan sehingga sangat banyak kita temukan pasukan marsose dari keturunan asli nusantara menyerah di Aceh dan balik bertempur sebagai pejuang Aceh melawan belanda bahkan mereka beranak cucu di Aceh.
Demikian catatan singkat yang saya baca dari tulisan yang mulia dan kisah ada marsose Belanda yang muallaf bergabung dengan pasukan Tgk Chik di Tiro ini dikuatkan oleh bukti hidup salah seseorang yang bisa saya percaya sebagai narasumbernya. Bukan itu saja bahkan saat perjuangan GAM sangat banyak tetara nasional yang disersi ke GAM dan banyak ASN yang berjuang untuk GAM dengan segala Resiko hanya untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Disisi lain sikap superiority complek ini bukan hanya sekadar bisa kita maknai sebagai sikap hero dalam sebuah pertempuran tapi sikap idealis dalam sebuah pergerakan politik untuk membela kebenaran sebagai oposisi pemerintah dan sebagai pengimbang dalam pola pemerintahan semua demi rakyat jangan mengubah kiblat menjadi progmatis hanya untuk bertahan hidup dalam naungan pemerintah yang berkuasa untuk mencapai tujuan pribadi dan golongan dengan mengabaikan suara rakyat .
Sikap Superiority complex juga merupakan sikap istiqamah dalam menjalankan roda pemerintah bagi perwakilan masyarakat baik dalam bidang kepegawaian maupun dalam bidang swasta berupa rekanan pemerintah yang selalu di tuntut untuk mewakili rakyat baik dalam tugas kerja maupun dalam kesejahtraan. Mereka harus istiqamah dalam sikap superiority complex jangan malah sebaliknya menjadi imperiority complex.
Nah, sekarang mari kita mengapa kita gagal membangun kesejahtraan pasca damai apakah karena bersikap terbalik dari superiority complex yaitu imperiarity complex .
Sikap Imperiority complex yang bermakna tunduk dalam ketentuan apapun terhadap penindasan dan wewenang sebuah pemerintahan. Ini merupakan sikap yang mengorbankan kemerdekaan diri dan sangat hina kerena terus berjibaku dalam tekanan dibawah pemerintahan orang lain. Ini juga berlaku untuk aktivis yang sudah beralih dari idialis ke pragmatis dan dari pejabat pemerintah yang istiqamah menjadi pejabat asal bapak senang.
Pada akhirnya sikap superiority complex ataupun rasa mulia diri dalam sebuah bangsa akan selalu di tekan dan di hancurkan oleh lawan politik dengan berbagai cara untuk mudah di taklukkan dan mudah di atur dalm menjalani pemerintahan. Biasa nya pemerintah pusat menjalankan metode ini untuk menghancurkan semangat daerah yang akan bangkit agar tidak lebih sukses dari pusat penerintahan dan daerah selalu tergantung dengan pusat pemerintahan . Inilah sistem demokrasi republik beda dengan demokrasi fideral atau demokrasi serikat yang lebih mengmbangkan daerah dan pemerataan dalam pengembangan ekonomi industri demi kemajuan negara.
Penulis adalah warga Aceh yang kini menetap di Amerika