JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mempersoalkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketentuan ambang batas ini diatur dalam Pasal 414 ayat (1) UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu yang menyatakan parpol peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah nasional untuk bisa memperoleh kursi DPR.
Dalam sidang di MK, kuasa hukum Perludem, Fadli Ramadhanil menggugat pengaturan ambang batas tersebut yang dinilai tidak dirumuskan dengan tepat.
“Apakah penetapan angka 4 persen sudah sesuai dengan sistem pemilu proporsional adalah permasalahan konstitusional yang harus dijawab MK dan menentukan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemilu,” ujar Fadli saat membacakan salinan gugatan dikutip dari akun Youtube MK, Rabu (8/7).
Gugatan soal ambang batas parlemen yang diajukan ke MK umumnya mempersoalkan besaran angka ambang batas tersebut. Fadhil mencatat ada lima putusan MK sejak 2009 hingga 2018 yang terkait ketentuan ambang batas.
Namun kali ini dalam gugatannya, Perludem meminta agar perhitungan ambang batas didasarkan pada basis perhitungan yang transparan, terbuka, dan sesuai prinsip pemilu proporsional.
Pihaknya khawatir banyak suara terbuang akibat pengaturan ambang batas yang tidak dirumuskan dengan tepat.
“Ketika sistem pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional, namun hasil pemilunya menunjukkan hasil yang tidak proporsional ada persoalan mendasar yang mesti dituntaskan dalam sistem pemilu proporsional di Indonesia,” katanya.
Menanggapi gugatan tersebut, hakim anggota Saldi Isra meminta Perludem memperbaiki permohonannya. Berkaca dari sejumlah perkara, MK biasanya tak melanjutkan perkara yang pernah diputus.
“Sudah lima kali pengujian tentang ambang batas ini. Maka Saudara harus menjelaskan agar tidak terjebak bahwa gugatan ini tidak dapat diajukan karena sudah diputus sebelumnya. Apa yang membedakan permohonan dengan permohonan-permohonan sebelumnya,” ucap Saldi.
Ia juga mengkritik langkah Perludem yang menggugat ketentuan ambang batas ketika persoalan tersebut tengah dibahas di DPR.
DPR diketahui tengah menggodok revisi UU Pemilu. Dalam revisi tersebut, angka ambang batas DPR diusulkan naik menjadi 7 persen.
“Prosesnya sedang jalan di DPR, jangan-jangan Anda mau mengambil jalan pintas lewat kami,” katanya.
Saldi menegaskan bahwa MK selama ini tak pernah menentukan besaran ambang batas parlemen. Sebab, hal itu merupakan wewenang DPR sebagai pembentuk UU.
“Harusnya saudara berjuang ke sana, karena soal angka ini MK tidak pernah memberikan judgement karena menjadi wilayah pembentuk UU. Apakah dengan cara ini justru tidak memaksa kami memastikan angkanya,” tutur Saldi.
Ambang batas parlemen pada tiap gelaran pemilu legislatif di Indonesia diketahui kerap berubah. Pada Pemilu 2019 lalu, ambang batas ditetapkan sebesar 4 persen.
Sementara Pemilu 1999 atau yang pertama pasca reformasi, ambang batas ditetapkan sebesar 2 persen. Lalu, pemilu 2004 DPR memutuskan untuk menaikkan ambang batas sebesar 3 persen.
Lima tahun berselang atau Pemilu 2009, ambang batas kembali diturunkan hingga 2.5 persen. Sementara Pemilu 2014, ambang batas naik hingga 3.5 persen.