BANDA ACEH – Pengamat ekonomi dan pemerintahan Aceh, Taufiq A Rahim, menilai sejak 2019 hingga 2020, Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dinilai terus menuai masalah.
“Pada 2019 berbagai belanja untuk Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang juga bernilai miliaran rupiah untuk pengadaan/belanja komputer, pendingin ruangan, peralatan kantor, hingga mobil Kepala SKPA. Saat ini kembali mencuat persoalan pada APBA 2020, dana refocusing 2020 untuk mengatasi covid-19, muncul anggaran untuk rehabilitasi ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh senilai Rp 4,3 miliar, nampak jelas pada bulan Juli 2020, ini sungguh tidak rasional, masuk akal serta tidak beretika ditengah permasalahan Pandemi Covid-19 yang masih belum jelas terselesaikan serta mampu diatasi,” kata Taufiq.
“Sungguh miris, menyayat hati rakyat Aceh yang masih kesusahan serta sulit bangkit mengatasi dampak covid-19, namun dengan seenaknya Pemerintah Aceh menggelontorkan dana anggaran belanja Publik APBA 2020 untuk keperluan atau kepentingan “prestige” ruang kantor dan pejabat Aceh. Yang aneh serta lucunya, menggunakan analogi, pesawat dalam keadaan darurat, maka penumpang terlebih dahulu menggunaka masker atau pelindung dirinya sendiri, baru menolong orang lain”, ini analogi konyol dan rakus Pemerintah Aceh,” ujar Taufiq dalam pernyataan tertulisnya ke redaksi atjehwatch.com.
Menurutnya, keadaan ini juga didukung oleh lemahnya kontrol legislatif, atau antara eksekutif. Legislatif dan birokrasi elite Aceh dinilai saling memanfaatkan peluang dan keuntungan untuk kepentingan dan kesenangan masing-masing.
“Maka jika saling menguntungkan, maka saling mendukung satu sama lain, sehingga masing-masing keinginan tercapai dengan menggunakan anggaran belanja publik APBA, asalkan tidak saling kontrol, koreksi dan akan membatalkan programnya masing-masing. Karenanya tanpa malu serta tidak beretika memanfaatkan belanja publik dengan keputusan politik anggaran menggunakan uang yang “notabene milik rakyat” untuk kekayaan diri, kelompok dan kroninya, serta saling mendukung untuk program dan proyek tidak rasional.”
Oleh karena itu, kata Taufiq, anggaran belanja APBA 2020 sebesar Rp 4,3 miliar digunakan ditengah kondisi sulit dan keprihatinan rakyat dalam ketidakpastian ekonomi, kesehatan dan kelangsungan hidup yang lebih baik kedepan.
“Ini sangat tidak beretika menggunakan anggaran belanja publik APBA. Cerminan tidak beretika ini jangan terlalu dibanggakan dihadapan rakyat Aceh. Contoh kerakusan ini tidak membanggakan sama sekali bagi rakyat Aceh, seolah-olah perilaku ini merupakan kondisi “jamak” Pejabat Aceh semakin terungkap pada rakyat, meskipun dalam kehidupan yang susah dan kondisi krisis ekknomi serta kehidupan sedang melanda saat ini, elite Aceh ingin memanfaatkan kesempatan dan peluang untuk dirinya dan kelompoknya,” ujar Taufiq A Rahim lagi.