Oleh : Roni Haldi
Pertentangan Al Haq dengan Al Bathil adalah sunnatullah tak terbantahkan. Terus berlanjut berlangsung selama umur dunia ada. Terkadang suatu waktu, kebatilan dirasa terlihat dilebihkan dimenangkan hingga membuat goncangan kegundahan hati ditengah-tengah pengusung kebenaran. Seakan Tuhan tak berpihak kepada kebenaran. Namun tak selamanya kebenaran ditimpakan kekalahan kemalangan, perlindungan Allah takkan pernah lekang dari orang-orang mukminin pengusung kebenaran. Al Haq tetaplah kebenaran, Al Bathil pun tetaplah keburukan.
Begitulah ungkapan peneguhan disampaikan oleh Ulama panutan rakyat Mesir yang tetap dikenang hingga kini, dialah Syekh Sya’rawi Al Mutawalli.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dalam Shahih Bukhari :
Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh! Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri dengan beribadah) kepada-Ku dengan sesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya, dan senantiasalah hamba-Ku (konsisten) bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya; bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya”. (H.R.al-Bukhari).
Tatkala manusia berkeinginan mematikan cahaya Allah, itulah perbuatan yang amat bodoh. Ibaratnya seseorang pada siang harinya begitu melihat benderangnya cahaya matahari, lalu ia berusaha dengan kedua telapak tangannya menutup cahaya matahari yang hadir menyinari bumi. Begitulah kesia-siaan yang nyata telah dipaksakan. Walau seandainya seluruh manusia berkumpul berhimpun menggunakan seluruh daya upaya untuk menutup cahaya matahari disiang hari, pasti akan menemui kegagalan. Bagaimana mungkin manusia ingin mematikan melenyapkan cahaya Allah di dunia ini?
Kebenaran itu bagai gunung pasak bumi, berdiri kokoh tinggi menjulang. Takkan mampu digoyang digoyangkan oleh apapun jua. Ia akan tetap terus tegar tak bergeming, sabar menghadapi rongrongan kebatilan. Perhatikanlah, siapakah mereka yang pelaku mengusung dan mendukung kebatilan? Tampak oleh manusia mereka kuat melukis segala daya dan makar muslihat. Tapi ingatlah, semuanya adalah makhluk Allah yang lemah. Juga merasa gelisah ketakutan, kurang tak berkecukupan dan lemah tak berkekuatan. Tampak kuat tapi hakikatnya lemah, terlihat tinggi ternyata rendah, dinilai hebat berani kenyataannya lemah jiwa penakut.
Kekuatan kebenaran dan pengusungnya adalah kedekatan hubungannya dengan Allah Ta’ala. Wasilah iman menguatkan keyakinan melangkahkan kakinya terasa berjalan menapaki kehidupan walau diuji banyak cabaran.kekuatan iman memantapkan keteguhan hati yakin akan janji Allah sudah menanti. Siapakah yang tak ingin peroleh perlindungan dari yang Maha Menaungi?
Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari Kiamat), (yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zhalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk. (Q.S Ghafir : 51-52).
Sejarah mencatat, ada nabi yang diakhiri jalan dakwahnya dengan dimusihi hingga dibunuh seperti Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Ada juga yang terpaksa keluar meninggalkan kampung halaman, hijrah seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam atau keluar dari bumi naik menuju langit seperti Nabi Isa. Dinamakah pertolongan Allah di dunia?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada dua jawaban, seperti yang dijelaskan oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya Al Qur’an Al Adzim jilid 4 : Pertama, berita yang menyatakan terbunuhnya sebagian nabi itu merupakan pengecualian dari hal yang umum, karena kejadiannya hanya menimpa sebagian kecil saja. Kedua, yang dimaksud dengan ‘pertolongan’ ialah menimpakan pembalasan bagi mereka dari orang-orang yang menyakiti mereka, apakah pembalasan ini terjadi saat mereka ada di tempat, ataukah saat mereka telah pergi atau sesudah mereka mati, seperti yang dilakukan terhadap para pembunuh Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Allah menguasakan diri mereka kepada orang-orang yang menghina dan mengalirkan darah mereka dari kalangan musuh-musuh mereka. Telah disebutkan pula bahwa Raja Namrud diazab oleh Allah. Sedangkan orang-orang yang menjerumuskan Al-Masih untuk disalib dari kalangan orang-orang Yahudi, Allah menguasakan diri mereka kepada bangsa Romawi, maka bangsa Romawi menindas mereka dan menjadikan mereka hina serta menjadikan musuh mereka menang atas diri mereka. Ini merupakan pertolongan yang besar, dan demikianlah sunnah Allah pada makhluk-Nya sejak masa dahulu hingga sekarang. Bahwa Allah akan menolong hamba-hamba-Nya yang beriman di dunia dan menjadikan mereka senang atas pembalasan yang telah menimpa orang-orang yang telah menyakiti mereka.
Itulah sunnatullah bagi para Anbiya’. Hendak disampaikan tuk dipetik hikmah oleh generasi yang datang berikutnya. Diusir atau terusir oleh orang dan kelompok pembenci dakwah ilallah bukan hal baru seakan tak pernah terjadi sebelumnya. Sekarang hanya terjadi pengulangan, bedanya orang, tempat dan masa berlakunya saja. Selain itu, semuanya sama dengan sebelumnya. Nama dan tempat boleh berbeda, namun muslihat jahat benci mati akan Al Haq tetaplah sama. Tetap menemui akhir yang hina dihina. Susah di dunia adzab pedih menunggu di neraka.
Ucapan maaf berhiba mohon ampunan sungguh tiada berguna, karena laknat berupa adzab telah diputuskan yang Maha Kuasa. Tak ada kata diundur diulang walau sesaat, apalagi berniat perbaikan kesalahan masa lalu di dunia. Semua telah berakhir berganti masa pembalasan terhadap keburukan perbuatan. Beruntunglah orang-orang yang memihak dan mengusung kebenaran, sungguh mereka berkumpul bersama para Anbiya’, orang-orang shalih, para Syuhada dan itulah sebaik-baik teman berkumpul.