Banda Aceh – Hari Raya Idul Adha 1441 hijriah tinggal menunggu beberapa saat lagi. Umat muslim di seluruh penjuru dunia menyambutnya dengan penuh suka cita, meski di tengah kondisi mewabahnya pandemi COVID-19.
Begitu halnya masyarakat di Provinsi Aceh, yang tak menyurutkan semangat untuk tetap menjalankan ibadah yang khusus dikerjakan saat lebaran haji tersebut, yakni berkurban.
Ulama Aceh Tgk Faisal Ali mengatakan, makna kurban bagi umat muslim ialah menyembelih hewan-hewan tertentu, pada saat hari raya dan hari tasyrik, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Jadi kita maknai bahwa semangat berkurban ini bagian dari pada kita berupaya agar COVID-19 ini segera berakhir, kita mendekatkan diri kepada Allah melalui penyembelihan hewan kurban,” katanya, di Banda Aceh, Minggu (26/7).
Ulama yang akrab disapa Lem Faisal itu menyampaikan bahwa disamping upaya setiap orang untuk mendekatkan diri kepada Allah, semangat berkurban juga momentum untuk membantu antarsesama di tengah COVID-19.
Menurut Lem Faisal, setiap umat muslim yang diberi kemampuan oleh Allah, maka tidak memiliki alasan untuk tidak melaksanakan kurban tersebut.
“Jangan jadikan alasan tidak berkurban ini karena kondisi pendemi COVID-19,” ujarnya.
Menurut wakil ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tersebut, bahkan manusia harus melakukan yang sebaliknya, yakni ketika ada wabah COVID-19 maka setiap orang harusnya lebih semangat untuk berkurban, sebagai salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Karena, kata Lem Faisal, manusia tidak lepas dari pertolongan Sang Pencipta, baik dalam rangka menghilangkan COVID-19 dari diri sendiri, keluarga, dan bahkan dunia.
“Salah satu cara kita mendekatkan diri kepada Allah, terkait dengan waktu ini, yaitu berkurban. Karena saat ini momennya hari raya kurban,” ujarnya.
Jadi orang yang diberikan kemudahan oleh Allah, jangan jadikan alasan pandemi untuk tidak berkurban. “Dengan diuji oleh Allah melalui pandemi ini, maka kita harus lebih semangat lagi untuk berkurban,” katanya
Kendati demikian, Lem Faisal juga mengingatkan agar segala proses yang dilakukan saat penyembelihan, hingga distribusi paket daging kurban tersebut, untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, mulai dari menjaga jarak, pakai masker dan lainnya.
Persediaan hewan kurban
Sementara itu, Dinas Peternakan Provinsi Aceh menyatakan, persediaan hewan kurban di seluruh daerah Tanah Rencong sebanyak 40.334 ternak, yang terdiri dari 16.722 sapi, 3.491 kerbau dan 20.121 kambing serta domba.
Pihak dinas juga terus memperketat pemantauan dan pengawasan hewan kurban itu menjelang proses penyembelihan, sebagai upaya mencegah penyebaran penyakit yang dapat ditularkan kepada manusia.
“Pengawasan dan pemantauan ini akan dilakukan di seluruh daerah dengan mengoptimalkan peran dokter hewan dan paramedik yang ada di setiap kecamatan,” kata Kepala Seksi Perlindungan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Aceh, Zakaria.
Dia menjelaskan bahwa dari tempat penjualan hewan kurban tersebut telah diperiksa kesehatan dan juga umur dari ternak itu.
Pihaknya telah melakukan koordinasi dengan para ahli kesehatan hewan dari berbagai Universitas di Indonesia, bahwa belum ada zoonosis dari produk daging hewan ke manusia terkait COVID-19.
Untuk pelaksanaan pemotongan hewan kurban nantinya, kata dia, pihaknya sudah menyosialisasikan kepada para panitia pemotongan di masjid-masjid untuk menerapkan protokol COVID-19, seperti pemilik hewan kurban tidak dianjurkan datang ke tempat pemotongan.
Sementara para petugas atau panitia kurban juga nantinya akan dilengkapi dengan masker, sarung tangan, dan celemek.
Pastikan kesehatan hewan
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Aceh drh Zulyaziani Yahya mengatakan pihaknya juga telah mulai mengerahkan tim ke lapangan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan kesehatan hewan kurban.
Pada Jumat (24/7), PDHI Cabang Aceh dan Dinas Pangan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Kota Banda Aceh telah menurunkan sebanyak 43 orang penyuluh dan 23 dokter hewan untuk memantau dan memeriksa kondisi hewan kurban di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar.
Zulyazaini mengatakan, PDHI kabupaten/kota lain di Aceh juga akan melakukan hal yang sama, setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan masjid-masjid terkait jadwal pelaksanaannya.
“Kita sebagai tenaga medis tentu dibekali dengan standar operasional prosedur (SOP) dalam penanganan dan pemeriksaan hewan kurban,” ujarnya.
Ia menjelaskan, ada dua pemeriksaan yang dilakukan terkait kondisi kesehatan hewan kurban, yakni pemeriksaan antemortem atau sebelum hewan itu disembelih dan pemeriksaan postmortem atau setelah hewan tersebut disembelih.
Sebelum penyembelihan, kata dia, petugas akan mengecek sumber hewan ternak tersebut. Apabila berasal dari luar daerah maka harus ada surat kesehatan hewan, yang secara umum disebutkan kondisi sehat dan tidak memiliki zoonosis yang menyebabkan tertularnya penyakit dari hewan ke manusia.
Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan fisik hewan mulai dari kulit, mata, air kencing, tidak cacat, serta semua bagian luar fisik hewan. Termasuk giginya guna mengetahui hewan tersebut mencukupi umur untuk dikurbankan.
“Setelah hal itu diperiksa, maka kita akan menempelkan stiker ke hewan tersebut bahwa hewan ini sudah diperiksa oleh dokter, dalam kondisi sehat dan layak dikonsumsi,” kata Zulyazaini.
Sedangkan pemeriksaan setelah penyembelihan, yakni dokter dan paramedis terutama akan melihat bagian jeroan seperti hati, limpa, paru-paru, ginjal, dan jantung. Seperti di bagian hati hewan, petugas akan mendeteksi cacing pita yang dapat berbahaya ke manusia.
“Alhamdulillah pengalaman tahun lalu kita tidak pernah mendapatkan yang tidak layak dikonsumsi. Ada juga beberapa tempat, yang bagian hati hewan mengandung cacing pita, maka hatinya jangan dikonsumsi, tapi dagingnya silakan, bisa dikonsumsi,” ujarnya.
Menurutnya, pemeriksaan itu mereka lakukan sebagai salah satu upaya untuk menjamin hewan kurban Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH), untuk dikonsumsi oleh masyarakat daerah Serambi Mekkah tersebut.
“Setelah dipotong, petugas juga memeriksa organnya, untuk memastikan hewan yang sudah disembelih itu sehat. Harapannya masyarakat aman mengonsumsi hewan kurban,” ujarnya.
APD standar COVID-19
Ketua PDHI Cabang Aceh juga mengatakan bahwa dokter dan paramedis juga akan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap saat bertugas melakukan pemeriksaan dan pengawasan hewan kurban.
Di tengah pandemi COVID-19, menurut dia, hal itu menjadi perhatian khusus bagi mereka saat betugas, baik sebelum pelaksanaan kurban atau pada saat hari penyembelihan.
“Semua tim kita harus melengkapi diri dengan APD standar COVID-19. Harus menggunakan masker, kalau ada face shield atau baju hazmat silakan dipakai. Tapi paling kurang sarung tangan dan masker,” katanya.
Bahkan, guna menghindari terciptanya kerumunan warga saat pelaksaan kurban, kata Zulyazaini, pihaknya juga menyarankan panitia kurban di seluruh Aceh agar dalam melakukan distribusi paket daging kurban dengan cara diantar langsung ke penerima.
Menurut dia, jika selama ini panitia mengundang masyarakat sebagai penerima paket daging kurban untuk mengambil ke lokasi penyembelihan, namun dengan kondisi COVID-19 seperti ini mekanismenya disarankan untuk diubah.
“Saya sampaikan kepada teman-teman berikan penyuluhan itu. Jadi biasanya nanti setelah dipotong, ditumpuk di menasah atau masjid, datang orang untuk ambil, tapi jika memungkinkan antarlah ke tempat masing-masing,” katanya.