PRAKTISI Seni Imam Juaini menilai, dimasa pandemi covid-19 ini seniman Aceh dituntut lebih kreatif berkarya, karena covid-19 adalah musuh yang tidak nampak, sehingga perlu ruang kesenian lebih kreatif tanpa melibatkan orang banyak, dilakukan secara virtual.
“Seni tidak luput dari apa yang disediakan oleh alam. Alam menyediakan materinya untuk kemudian dituangkan kedalam bentuk berbagai karya seni,” kata Imam Juaini saat menjadi narasumber Bincang Santai (BISA) yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh secara virtual dari Kantor Kesbangpol Aceh, Banda Aceh, Selasa (28/7).
Menurut Iman, seni tidak luput dari apa yang disediakan oleh alam. Alam menyediakan materi untuk dituangkan kedalam bentuk karya seni. Pementasan virtual itu ada nilai-nilai gambaran yang memang tidak secara utuh dirasakan seniman, karena sifatnya murni pertunjukan, tidak terjadi dialog atau terbangunnya energi antara pemain dengan penonton.
“Yang jadi permasalahan, apakah moderenisasi masuk ke dunia berkesenian atau Kesenian memang dituntut untuk bermoderanisasi,” ujar Imam Juaini.
Namun–Imam mengakui pertunjukan virtual berbeda dengan yang dilakukan langsung karena kekuatan seniman itu ketika ada serapan energi dari penonton, karena memang seni tradisi Aceh tidak pernah lepas dari audience.
“Energi pementasan pemain hidup ketika ada kekuatan atau penyerapan energi dari penonton,” jelasnya.
Sedangkan narasumber lainnya penyair D. Kemalawati menjelaskan apabila dirinya merasakan apabila berkesenian dimasa Covid-19 lebih mencekam dibanding pada masa konflik dan tsunami dulu.
“Dimasa konflik, kita masih punya ruang waktu untuk berkreatifitas, ketika Pandemi, kita merasa mencekam, takut keluar rumah, takut bertemu orang dan menghindari keramaian,” kata Dek Nong, Panggilan akrab seniman untuk D Kemalawati.
Namun D Kemalawati menyebut untuk puisi saat ini karya disalurkan lewat kerjasama dengan media online untuk melahirkan ruang-ruang Kreatif puisi virtual. Menurutnya, media online dapat bekerja untuk melahirkan ruang-ruang puisi di tengah Pandemi.
“Hampir ada seratus ribu yang membaca puisi setiap hari melalui situs dan di penikmatnya juga dari luar Negeri. Covid-19 dan Tsunami itu adalah badai yang harus kita hadapi, badai ini biasanya tidak terlalu lama, akan tetapi dampaknya berlangsung lama,” jelas D. Kemalawati.
Penyanyi dan Anggota DPR-RI Rafly juga hadir pada dialog tersebut dan kembali mengingatkan seniman harus punya inisiatif disetiap kondisi.
“Pengkarya harus berinisiatif menumbuhkan semangat baru,” kata Rafly.
Rafly yakin, Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini dapat menjadi semangat baru seniman berkarya.
Bincang Santai atau bisa ini dipandu langsung Dr. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, dengan menghadirkan 3 Narasumber yakni Seniman Imam Juaini, D. Kemalawati, dan Wiratmadinata.
Turut bergabung dalam dialog seniman-seniman dan masyarakat secara terbuka. Terilhat ikut berpartisipasi seniman Teater Tejo, Djamal Syarif, Penulis Joe Samalanga, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh Irini Dewi Wanti, dan Koreografer Aceh di Australia Murthala.[]