Jakarta – Kasus kelaparan akibat pandemi virus corona (Covid-19) dilaporkan menyebabkan sepuluh ribu kematian anak dalam satu bulan terakhir.
Menurut data yang disampaikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelum dipublikasikan dalam jurnal medis Lancet, lebih dari 550 ribu anak setiap bulan menderita kekurangan gizi. Selama lebih dari setahun, angka itu naik 6,7 juta dari total 47 juta kasus pada tahun lalu. Kasus kelaparan secara permanen telah merusak anak-anak secara fisik dan mental.
Seperti dilansir Associated Press, Selasa (28/7), di Burkina Faso misalnya, satu dari lima anak mengalami kekurangan gizi kronis. Harga makanan kian melonjak dan 12 juta dari 20 juta warga negara tidak memiliki pasokan pangan yang cukup untuk makan.
Dari kawasan Amerika Latin ke Asia Selatan hingga Afrika sub-Sahara, ada lebih banyak keluarga yang tidak memiliki pasokan makanan yang cukup.
Pada April lalu, kepala Program Pangan Dunia (WFP), David Beasley, memperingatkan bahwa ekonomi di bawah virus corona akan menyebabkan kelaparan global tahun ini.
Lembaga itu memperkirakan, pada Februari, satu dari setiap tiga orang di Venezuela mengalami kelaparan dikarenakan inflasi dan memaksa jutaan orang mengungsi ke luar negeri. Kemudian pandemi virus corona pun datang.
“Orang tua dari anak-anak itu tidak bekerja. Bagaimana mereka akan memberi makan anak-anak mereka?,” kata Annelise Mirabal yang bekerja dengan sebuah yayasan yang membantu anak-anak kekurangan gizi di Maracaibo, sebuah kota di Venezuela yang paling parah terdampak pandemi.
Saat ini banyak pasien baru merupakan anak-anak migran yang melakukan perjalanan panjang dari Peru, Ekuador, atau Kolombia ke Venezuela. Keluarga anak-anak itu menjadi pengangguran dan tidak dapat membeli makanan selama pandemi.
“Setiap hari kami menerima anak yang kekurangan gizi,” kata dr. Fransisco Nieto yang bekerja di rumah sakit di negara bagian Tachira.
Nieto mengenang, pada Mei setelah dua bulan karantina di Venezuela, ada anak kembar berusia 18 bulan tiba di rumah sakitnya dengan tubuh kembung karena kekurangan gizi.
Ibu dari anak-anak itu menganggur dan mereka tinggal hanya berdua dengan ibunya. Sang ibu mengatakan kepada dokter bahwa dia hanya bisa memberi minuman sederhana yang dibuat dari pisang rebus.
Ketika dokter mencoba mengobati anak-anaknya, salah satu dari mereka menderita “sindrom refeeding” yaitu makanan dapat menyebabkan kelainan metabolisme. Lalu delapan hari kemudian, dia meninggal.
Nieto mengatakan meski kelompok sukarelawan telah memberikan bantuan, tapi upaya mereka terhalang oleh karantina Covid-19.