Aceh Utara – Salah satu mahasiswa Aceh yang berdomisili di Aceh Utara, Zubaili angkat suara Jelang 15 tahun peringatan perdamaian Aceh RI-GAM melalui Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada 15 Agustus 2005, yang dinilqi masih banyak yang belum dituntaskan.
Hali itu disampaikan Zubaili, Kamis 6 Agustus 2020.
“Juru runding jangan Jadi duri bagi Aceh.”
Menurutnya, masih banyak butir-butir dan hak-hak serta kewenangan Aceh yang dinilai perlu segera adanya evaluasi secara kontruktif.
“Terutama soal sejauhmana progres implimentasi butir-butir MoU Helsinki dan UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh,” katanya.
“Kepada pihak pemerintah RI-GAM yang berdamai, terkhususnya kepada juru runding kedua belah pihak harus bertanggung jawab kepada Aceh. Jangan menjadi pengkhianat atas darah syuhada yang tulus perjuangan untuk Aceh. Jangan menunjukkan sikap saling menyalahkan. Bersatulah dan selesaikan apa yang menjadi kewajiban Aceh,” kata Zubaili lagi.
“15 tahun itu bukanlah masa yang singkat. Namun proses implimentasi MoU Helsinki dan UUPA sangat lamban tidak seperti yang diharapkan. Hal ini menjadi tanda tanya kita semua, lambatnya pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan kewenangan Aceh yang belum tuntas. Apakah pemerintah pusat tidak serius dan komit menunaikan janji-janji dalam kesepakatan MoU yang telah ditandanganinya atau Pemerintah Aceh sendiri yang lalai dan tidak mampu meng eksekusi kewenangan yang telah ada.”
Sedangkan kepada Pemerintah Aceh, katanya, baik eksekutif dan legislatif kalian itu diberi amanat oleh Aceh untuk menyelesaikan kewajiban Aceh.
“Sudah seharusnya egois kalian itu dikesampingkan. Jangan berlagak seperti tidak terjadi apa-apa di Aceh. Apakah kalian rela dengan kejadian dimasa konflik? Ada sodara kita yang diperkosa, harta dirampas, meninggal dengan tidak berkepala dan lain sebagainya.”
“Pemerintah Aceh dan DPRA harus ada terobosan dan persepsi yang sama untuk mencari solusi memikirkan nasib MoU ke depan, agar kepercayaan publik tidak hilang baik kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh. Bukan hanya pada persoalan kewenangan Aceh tapi juga menyangkut tingkat kesejahteraan masyarakat, korban konflik dan mantan kombatan GAM,” lanjutnya lagi.
“Kami berharap perlu adanya langkah kongkrit semua stakeholder di Aceh baik di jajaran KPA, maupun partai politik lokal dan nasional guna tercapainya keadilan bagi Aceh,” katanya. []