Jakarta – Lionel Messi memutuskan pergi dari Barcelona. Sang megabintang seolah terus tertekan dalam kata ‘jenius’ dan ‘pemenang’ hingga ia memutuskan keluar dari klub yang amat dicintainya.
Sejak Messi mulai dikenal sebagai pemain jenius, ia tidak hanya menunjukkan permainan dan teknik yang luar biasa di lapangan. Ada hal lain yang turut membelenggu Messi, yaitu dirinya dianggap sebagai sosok jenius dan pemenang.
Sebagai orang yang jenius dan pemenang, Messi selalu dituntut dan menuntut dirinya sendiri untuk selalu menang. Total 34 gelar dimenangkan dan dipersembahkan Messi untuk Barcelona.
Catatan 34 gelar jelas sangat impresif. Messi telah memenangkan seluruh kompetisi yang mungkin dimenangkan oleh Barcelona, minimal tiga kali.
Namun seiring waktu berjalan, beban Messi terus bertambah berat. Ban kapten yang melingkar di lengan pemain bernomor punggung 10 itu membuat perannya di Barcelona makin besar.
Bila sebelumnya ia seolah dibiarkan bermain dengan bebas di awal karier bersama Ronaldinho, lalu dimanjakan umpan-umpan Andres Iniesta dan Xavi Hernandez, mendapat dukungan dari Neymar, semua itu sudah hilang sejak Messi jadi kapten Barcelona di 2018.
Sejak itu beban Messi makin berat karena ia harus memikirkan organisasi permainan secara keseluruhan, ikut turun mengorganisasi permainan, hingga tentunya menjadi pemimpin dalam menghadapi permasalahan-permasalahan internal di luar lapangan.
Beban-beban yang dirasakan Messi di timnas Argentina dan membuatnya belum berhasil membawa negara tersebut juara akhirnya mulai ikut dirasakan olehnya di Barcelona.
Barcelona, taman bermain yang sempat membuat dirinya bebas berlarian kesana kemari kini menjelma jadi tempat yang tak lagi nyaman dan penuh tekanan.
Celaka bagi Messi, situasi di Barcelona makin memperberat bebannya sebagai kapten tim.
Barcelona nihil gelar Liga Champions sejak terakhir kali menang pada musim 2014/2015 saat Xavi Hernandez masih ada di tim.
Rekrutan-rekrutan anyar Barcelona yang dibeli dengan harga mahal seperti Ousmane Dembele, Philippe Coutinho, dan Antoine Griezmann tidak memberikan bantuan signifikan yang diharapkan Messi dan Barcelona.
Puncak kekecewaan Messi terjadi di musim ini. Barcelona nihil gelar plus kenangan dibantai Bayern Munchen 2-8 di perempat final Liga Champions. Ini kali pertama Barcelona tanpa gelar sejak 2008.
Selain tanpa gelar, hubungan Messi dengan Barcelona terus memanas. Kegagalan mengembalikan Neymar, perang Messi dengan Eric Abidal terkait pergantian Ernesto Valverde adalah hal-hal yang menyulut kegeraman Messi terhadap situasi pelik yang bertubi-tubi ia hadapi.
Messi akhirnya menyerah. Mengibarkan bendera putih. Meski cara keluar terbilang tak elegan, pergi saat Barcelona sedang dalam krisis, Messi menilai pilihan pergi dari Barcelona adalah yang terbaik.
Messi seolah ingin punya lembaran baru di sisa kariernya. Ia ingin kembali melihat lapangan sepak bola sebagai tempat bermain yang menyenangkan.
Barcelona dan Misi Peras Keringat Terakhir Messi
Surat Messi kepada Barcelona tentu jadi permintaan cerai secara resmi. Barcelona juga sudah menyadari mereka tak lagi bisa menahan Messi untuk waktu lebih lama.
Namun Barcelona seolah melihat celah untuk memanfaatkan perasan terakhir dari keringat Messi.
Barcelona berpegang pada klausul pelepasan 700 juta euro yang memang mengikat Messi selama ini.
Messi juga punya patokan. Ia punya klausul bebas kontrak yang bisa membuatnya pergi bebas transfer pada Juni 2020.
Blaugrana menganggap klausul bebas transfer tersebut sudah kadaluarsa sedangkan Messi menilai klausul tetap berlaku lantaran pandemi corona membuat kompetisi diundur. Di waktu normal, Juni adalah momen ketika seluruh kompetisi sudah berakhir.
Dalam situasi seperti ini Barcelona justru bakal memperburuk keadaan bila mereka bersikukuh menginginkan uang dari kepergian Messi.
Bahkan bila Barcelona bersedia melakukan diskon potongan harga, Blaugrana tetap dianggap tidak menghormati sang legenda.
Messi sudah memberikan segalanya untuk Barcelona. Dia juga tidak melanggar klausul apapun karena seharusnya klausul bebas transfer harus dipandang sebagai keputusan yang diambil setelah kompetisi 2019/2020 usai.
Ketika Barcelona bisa mengingat jelas tentang kegembiraan-kegembiraan yang pernah mereka rasakan berkat Messi, kini saatnya bagi mereka untuk lapang dada melihat Messi kembali bahagia. Walaupun untuk mewujudkan hal itu mereka harus memendam luka akibat kehilangan bintang paling berharga sepanjang masa.
Karena berbicara tentang cinta terkadang berarti berbicara tentang melepaskan dan mengikhlaskan.