JAKARTA – UNHCR, Badan Pengungsi PBB, memberikan pujian kepada masyarakat di pantai utara Aceh, Indonesia pada 7 September 2020 lalu.
Pujian ini diberikan setelah pada Juni 2020 lalu, masyarakat Aceh menyelamatkan para pengungsi etnis Rohingya yang terombang-ambing di lautan selama 7 bulan.
Dalam keadaan putus asa, dua dari tiga kelompok itu berisikan perempuan dan anak-anak, yang tak terhitung berapa orang membutuhkan pertolongan medis.
Lebih dari 30 orang Rohingya diperkirakan tewas dalam perjalanan pengungsian tersebut.
UNHCR melaporkan sektar 330 pengungsi Rohingya diketahui telah memulai perjalanan dari dari COx’s Bazar, Bangladesh pada bulan Februari lalu.
“Cobaan berbahaya mereka telah diperpanjang oleh keengganan kolektif negara untuk bertindak selama lebih dari enam bulan,” kata badan pengungsi PBB itu.
Bali Process sebagai satu-satunya mekanisme koordinasi regional yang ada yang mampu mengumpulkan negara-negara tentang pergerakan maritim tersebut.
Perlu diketahui Bali Process (People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime) merupakan kebijakan yang telah secara efektif meningkatkan kesadaran regional tentang konsekuensi dari penyelundupan manusia, perdagangan orang dan kejahatan transnasional terkait.
Bali Process, yang diketuai bersama oleh Indonesia dan Australia, memiliki 49 anggota, termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Kantor Narkoba dan Kejahatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNODC) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), serta sejumlah negara pengamat dan badan internasional.
Namun, proses tersebut gagal memberikan tindakan regional yang komprehensif untuk menyelamatkan nyawa melalui penyelamatan dan pendaratan.
PBB mengungkapkan jika kelompok pengungsi Rohingya itu telah berulang kali mencoba turun selama lebih dari 200 hari di laut, namun tak berhasil.
“Pengungsi telah melaporkan bahwa puluhan orang meninggal sepanjang perjalanan,” ungkap mereka.
Badan PBB berulang kali telah memperingatkan konsekuensi yang mengerikan jika pengungsi di laut tak diizinan mendarat denan cara yang aman dan bijaksana.
Hingga akhirnya, kelambanan selama enam bulan terakhi berakibat fatal.
Masyarakat memberikan prioritas dalam melakukan pertolongan pertama dan perawatan medis sesuai kebutuhan.
Semua akan diuji Covid-19 di bawah standar ukuran kesehatan di Indoenesia untuk para pengungsi etnis Rohingya yang diselamatkan.
PBB menambahkan bahwa Pada saat krisis Laut Andaman dan Teluk Benggala lima tahun lalu, negara bagian Bali Process mengakui perlunya tanggapan yang andal dan kolektif untuk tantangan yang benar-benar regional ini.
Setelah menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan pemerintah dari seluruh wilayah untuk tujuan ini secara tepat, janji komitmen tersebut tetap tidak terpenuhi.
Respons yang komprehensif dan adil tentu membutuhkan pembagian tanggung jawab dan upaya konkret di seluruh Asia Tenggara, sehingga mereka yang mengizinkan turun dan membawa mereka yang dalam kesulitan ke darat tidak membawa beban yang tidak proporsional.