BANDA ACEH – Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani, meningkatkan status dari interpelasi ke pemakzulan plt gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Hal ini disampaikan Falevi dalam sidang paripurna yang berlangsung Jumat malam, 25 September 2020.
“Kami meminta pimpinan DPR Aceh untuk meningkatkan status ke pemakzulan,” ujar dia.
Pasalnya, Falevi menilai ada kebijakan dari eksekutif yang terkesan ditutup-tutupi dalam refocusing APBA 2020.
Menurut Falevi, dari satu kebohongan ke kebohongan lainnya. Hal ini akhirnya menciptakan kebohongan-kebohongan baru.
“Renovasi ruangan setda Aceh. Pengadaan mobil baru,” ujar Falevi.
“Jangan-jangan ada program pengadaan chip,” kata dia.
Padahal, kata Falevi, dari awal DPR Aceh sudah meminta agar memperketat perbatasan untuk mencegah penyebaran Corona. Namun sering kali apa yang disampaikan DPR Aceh tidak ditanggapi.
Sebelumnya diberitakan, M Rizal Falevi Kirani, menilai jawaban Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam sidang paripurna hak jawab atas hak interpelasi di DPR Aceh masih sangat normatif.
“Masih sangat normatif dan bicara angka-angka. Plt gubernur tak mau terbuka kepada DPR Aceh,” kata Falevi Kirani.
Dari awal, kata Falevi, Pemerintah Aceh tak mau terbuka dengan DPR Aceh serta terkesan ada yang ditutup-tutupi.
“Pertama, angka refokusing APBA 2020 untuk penanganan Covid-19 itu Rp1,7 triliun. Itu ketika orang yang terpapar Covid-19 baru 15 orang. Kemudian pada Juli, naik Rp2,3 triliun. Itu pun kita tahu dari pemberitaan media,” ujar pimpinan komisi V yang membidangi kesehatan ini.
Kemudian, kata dia, saat pihaknya berkunjung ke Kemendagri beberapa waktu lalu, DPR Aceh baru mengetahui jika angka refocusing APBA 2020 untuk penanganan Covid-19 ternyata Rp2,5 triliun.
Jumlah ini, kata Falevi, jauh lebih tinggi dari data sebelumnya dan termasuk salah satu provinsi dengan dana penanganan Covid-19 terbesar.
“Namun nyatanya realisasinya baru 10 persen. Ini yang kita sesalkan. Ada yang ditutup-tutupi,” ujar Falevi.