GEDUNG Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Provinsi Aceh masih berdiri tegak. Bangunan dan catnya terlihat masih sangat menawan. Maklum, gedung itu dibangun dengan keringat rakyat. Ada AC, serta fasilitas lainnya yang juga diperas dari rakyat. Jangan tanya soal lokasi yang menyalahi hukum atau tidak.
Sementara ratusan meter dari daerah itu, sejumlah bangunan milik masyarakat kini rata dengan tanah. Hanya tersisa puing-puing bekas pembongkaran paksa para petugas yang memakai baju dengan simbol negara.
Mereka mengaku hanya ‘menjalankan tugas.’ Sayangnya, kalimat ini harusnya juga berlaku bagi ANRI. Namun, kejadiannya yang terjadi di Aceh ini justru pincang sebelah.
Anggapan bahwa hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah seolah ada benarnya. Pemimpin Aceh, dari tingkat tertinggi provinsi hingga bupati Aceh Besar dan Walikota Banda Aceh, seolah tutup mata terkait hal ini.
Mengapa hal ini terjadi? Ini karena ANRI dan sejumlah bangunan masyarakat lainnya di bangun di kawasan daerah aliran sungai Krueng Lamnyong. Hal ini tentu melanggar peraturan pemerintah tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Beberapa meter dari ANRI, ada plamplet bertuliskan, ‘Tanah negara, dilarang masuk/memanfaatkan. Ancaman pidana. Pasal 167 (1) KUHP dihukum 8 bulan penjara. Pasal 389 KUHP dihukum 2 tahun 8 bulan penjara. Pasal 551 KUHP dihukum denda. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera – I.”
Karena aturan ini pula yang mengharuskan bangunan-bangunan yang berdiri di sepanjang aliran sungai Krueng Lamnyong harus dirobohkan. Cafe Ngohya dan sejumlah bangunan lain kini akhirnya rata dengan tanah. Masyarakat yang menentang dihadapkan dengan alat negara. Namun ANRI masih berdiri kokoh. Pertanyaannya kenapa? Apakah ada pengecualian dalam hukum bahwa milik negara bebas melanggar aturan?
Yang menarik lagi, berdasarkan informasi dari masyarakat, gedung ANRI Provinsi Aceh ternyata memiliki IMB yang dikeluarkan Pemkab Aceh Besar. Informasi ini tentu menambah daftar pelanggaran yang dilakukan Pemkab Aceh Besar.
Keberadaan gedung ANRI di kawasan DAS Krueng Lamnyong kini jadi simbol bahwa hukum hanya berlaku untuk masyarakat. Keberadaan ANRI di sana seolah mengatakan bahwa, ‘Karena itu gedung pemerintah, maka para penghuni gedung bebas berbuat suka-suka, termasuk melanggar aturan yang dibuat.”
Kini pembongkaran terus berlangsung. Mawardi (Bupati Aceh Besar) dan Aminullah (Walikota Banda Aceh-red) mungkin tersenyum senang. Sebagai kaki tangan pemerintah pusat, mereka berhasil melakukan eksekusi puluhan bangunan masyarakat di sepanjang Krueng Lamnyong. Tak peduli terhadap mereka yang kehilangan tempat usaha di tengah pandemi berlangsung.
Namun mereka hanya berani terhadap masyarakat biasa. Sementara ANRI yang berdiri di lokasi yang sama, masih terlihat kokoh tanpa sedikit pun goresan palu milik Pemkab Aceh Besar yang berusaha merobohkan. Toh, biarpun melanggar dan berada di lokasi yang sama, gedung ANRI memiliki IMB serta Amdal.
Discussion about this post