KEBERADAAN Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kini kembali jadi sorotan di Aceh.
Qanun yang awalnya diharapkan jadi motor penggerak keuangan syariah di Indonesia kini terancam molor hingga 4 Januari 2026.
Kendala utamanya adalah keberadaan surat dari gubernur Aceh yang ditunjukan kepada Ketua DPR Aceh. Parahnya, komisi II DPR Aceh sendiri, kabarnya juga turut mendukung ‘harapan’ gubernur Aceh yang disampaikan melalui tersebut. Jika hal ini terjadi, maka pudarlah harapan masyarakat Aceh yang ingin menghilangkan ‘riba’ di Aceh.
Sebagaimana yang diketahui, Pasal 2 Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah secara kolektif mengamanahkan bahwa perbaikan perekonomian Aceh haruslah dibangun atas fondasi keislaman dan keimanan.
Qanun LKS juga memberi tempo waktu 3 tahun bagi lembaga keuangan di Aceh untuk beralih dari konvensional ke syariah. Maka pelaksanaan qanun ini harusnya berlaku mulai 2021 di Aceh.
Hal ini pula yang akhirnya menyebabkan sejumlah lembaga keuangan di Aceh beramai-ramai beralih ke syariah.
Sayangnya, dalam waktu bersamaan, justru Pemerintah Aceh yang dinilai mulai ragu dengan keputusan mereka sendiri. Keraguan ini dapat dilihat dengan adanya surat Gubernur Nova yang ditunjukan kepada Ketua DPR Aceh soal permintaan perpanjangan operasional bank konvensional hingga 2026 mendatang.
Permintaan ini tentu saja menuai protes dari sejumlah pihak. Salah satunya dari senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc serta Ketua Komisi VI DPR Aceh Irawan Abdullah.
“Oleh sebab itu pemberlakuan Qanun LKS tidak boleh ditunda. Adapun permasalahan yang mencuat di media selama ini adalah bersifat tehnis, umumnya disebabkan oleh masa transisi proses konversi, pengalihan aset, dan pembuatan produk baru. Dengan izin Allah semua permasalahan ini kita harapkan akan selesai pada waktunya. Tidak logis jika qanun harus direvisi atau ditunda pemberlakuannya,” ujar wakil ketua komite III DPD RI yang membidangi agama ini lagi.
“Qanun LKS merupakan semangat bersama Pemerintah Aceh dengan DPRA yang sudah ditetapkan. Selain itu dimaksudkan untuk memperkuat implementasi pembangunan ekonomi syariah di Aceh. Yang juga bagian dari pelaksanaan syariat islam secara kaffah,” kata Tgk H. Irawan Abdullah, di kesempatan berbeda.
Kini, bola liar Qanun LKS berada di tangan DPR Aceh. Jika DPR Aceh setuju dengan permintaan gubernur Aceh, maka hal ini menegaskan bahwa Aceh memang tidak pernah serius dengan penegakan syariat Islam.
Syariat Islam masih dipandang dalam konteks ‘untung rugi.’ Inilah yang akhirnya membuat pelaksanaan syariat Islam di Aceh berlaku setengah hati.
Discussion about this post