Jakarta – Amerika Serikat kembali menjatuhkan sanksi terhadap dua pemimpin junta militer Myanmar terkait kudeta yang telah berlangsung selama tiga pekan.
Kedua pemimpin tersebut yakni Jenderal Maung Maung Kyaw yang memimpin angkatan udara dan Letnan Jenderal Moe Myin Tun masuk ke Negeri Paman Sam.
“Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih jauh terhadap mereka yang melakukan kekerasan dan menekan keinginan rakyat. Kami tidak akan goyah dalam mendukung rakyat Burma,” kata Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken seperti mengutip AFP.
AS juga memperingatkan pemulihan demokrasi dan tindakan lebih lanjut terkait aksi demo yang telah menewaskan tiga orang di Myanmar.
“Kami menyerukan kepada militer dan polisi untuk menghentikan semua serangan kepada pengunjuk rasa, segera bebaskan semua tahanan secara tidak adil, menghentikan serangan dan intimidasi terhadap jurnalis dan aktivis serta memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis,” kata Presiden Joe Biden dalam sebuah pernyataan.
Pengumuman sanksi baru ini disampaikan hanya berselang beberapa jam setelah Uni Eropa menyetujui pemberian sanksi kepada junta militer berupa penangguhan bantuan finansial untuk program reformasi pemerintahan Myanmar.
“Kami sepakat untuk menjatuhkan sanksi terhadap militer yang bertanggung jawab atas kudeta dan kepentingan ekonomi mereka,” ujar Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell,sebagaimana dikutip AFP, Senin (22/2).
Ia kemudian berkata, “Semua bantuan finansial langsung dari sistem pembangunan kita untuk program reformasi pemerintahan [Myanmar] ditangguhkan.”
Meski demikian, Borrell memastikan bahwa Uni Eropa tidak akan memutus hubungan dagang dengan Myanmar karena akan berdampak pada masyarakat umum di negara tersebut.
Dua pekan lalu, Presiden Biden telah menjatuhkan sanksi pertama berupa pembekuan aset senilai US$1 miliar. Dana pemerintah Myanmar yang disimpan di AS itu dibekukan untuk mencegah para jenderal mengakses.
“Saya telah menyetujui perintah eksekutif baru yang memungkinkan kami untuk segera memberikan sanksi pada para pemimpin militer yang mengarahkan kudeta, kepentingan bisnis mereka, serta keluarga dekat mereka,” ucap Biden pada 10 Februari lalu.
Selain AS dan Uni Eropa, Myanmar sejauh ini juga telah menerima sanksi dari Inggris dan Kanada. Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa juga berencana menjatuhkan sanksi atas militer Myanmar yang melancarkan kudeta sejak 1 Februari lalu.
Myanmar terus menjadi sorotan dunia dan sejumlah senior partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer juga mengumumkan kudeta selama setahun mendatang dan menjanjikan untuk menggelar pemilu ulang.
Pengumuman itu menuai protes dan mogok besar-besaran di sejumlah kota di Myanmar. Aksi bentrok antara polisi dan pedemo pun tak terhindarkan. Setidaknya tiga orang pedemo sejauh ini tewas terkena tembakan polisi.