RENTETAN peristiwa dari Pulo Aceh seakan menyedot perhatian publik di Aceh selama beberapa pekan terakhir.
Mulai dari fasilitas publik yang minim, guru dari ‘daratan’ yang jarang masuk dan mengajar serta video ibu-ibu yang sakit dan harus dirujuk ke Banda Aceh dengan menggunakan perahu nelayan.
Publik dibuat terkejut karena hal tersebut jarang terekpos media selama ini.
Seolah-olah Pulo Aceh tak memiliki masalah apapun. Padahal, warga Pulo Aceh sudah kehabisan kata-kata untuk menyuarakan keterisoliran selama ini. Namun teriakan mereka luput dari pantauan media.
Pulo Aceh sejatinya adalah lumbung suara bagi penguasa Aceh Besar saat ini.
Namun ada banyak ‘janji’ yang belum dipenuhi hingga awal 2021 ini. Ambulance Laut salah satu contohnya. Keberadaan ambulance laut dinilai penting untuk membawa pasien gawat darurat yang tak bisa ditangani di Pulo Aceh ke daratan.
Pemkab Aceh Besar harusnya berterimakasih kepada para pihak yang telah membuka ‘mata publik’ atas persoalan yang terjadi di Pulo Aceh.
Demikian juga DPRK Aceh Besar. Selaku ‘legislatif’ harusnya mereka menjadikan temuan tadi sebagai bahas evaluasi atas kinerja eksekutif selama ini.
Namun Ketua DPRK Aceh Besar justru menyerang balik fakta-fakta tadi dengan menyebutnya ‘selfie’ politik. Iskandar Ali lebih memilih menjadi adik yang baik daripada legislatif yang bertanggungjawab.
Pulo Aceh perlu ‘selfie’ agar persoalan yang terjadi di pulau sana terlihat di mata dan terekam di kepala para pemimpin Aceh Besar.
Persoalan Pulo Aceh perlu diketahui oleh ‘sang abang’ bupati dan ‘sang adik’ ketua DPRK Aceh Besar.
Karena, menurut warga Pulo Aceh, untuk menunggu keduanya turun ke Pulo Aceh akan lama dan tak ada kejelasan. Sedangkan persoalan yang terjadi terus menumpuk sehingga membuat warga di Pulo Aceh jenuh hingga hilang kepercayaan.
Discussion about this post