JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali terpuruk pada perdagangan awal pagi ini, Jumat (3/12/2021). Pantauan di pasar spot Bloomberg hingga pukul 09:11 WIB, mata uang Garuda turun 16 poin atau 0,11% di harga Rp14.414 per dolar AS.
Selain rupiah, sebagian besar mata uang negara Asia terpantau bergerak variatif terhadap dolar AS, ketika indeks dolar AS naik 0,02% di level USD96,17. Yen Jepang naik 0,01% di 113,13, dolar Hong Kong stagnan di 7.7905, dan ringgit Malaysia anjlok -0,08% di 4,2315. Dolar Taiwan menguat 0,06% di 27.736, baht Thailand terpuruk -0,21% di 33.950, peso Filipina merosot -0,11% di 50,435, dan won Korea Selatan longsor -0,21% di 1.179,20.
Yuan China unggul tipis 0,04% di 6,3739, sementara sisanya menguat seperti dolar Singapura turun -0,03% di 1,3695, dan dolar Australia melesat 0,29% di 0,7073.
Sampai saat ini, pasar global masih terguncang dengan adanya kabar bahwa omicron bisa lebih menular daripada varian sebelumnya, yang mengindikasikan kembalinya pembatasan terhadap perjalanan dan mobilitas yang dapat berdampak pada pemulihan ekonomi.
AS melaporkan kasus varian pertamanya pada hari Rabu (1/12/2021) karena Australia, Inggris, Kanada, dan Jepang juga melaporkan kasus meskipun perbatasan diperketat.
Sementara itu, jumlah kasus omicron di Afrika Selatan, tempat ditemukannya varian empat pekan lalu, meningkat dua kali lipat dari Selasa hingga Rabu pekan ini, dilansir Reuters, Jumat (3/12/2021).
Terlepas dari ketidakpastian seputar omicron dan dampaknya, Gubernur Federal Reserve AS Jerome Powell menegaskan kembali pendiriannya bahwa Fed akan mempertimbangkan untuk mempercepat pengurangan aset pada pertemuan tanggal 14 hingga 15 Desember.
Powell disinyalir bisa menaikkan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan. Dirinya bersama para pejabat Fed pada Kamis lalu mengindikasikan sikap hawkish dengan mengatakan bahwa sudah waktunya untuk “mulai menyusun rencana” untuk menaikkan suku bunga guna memerangi inflasi
Selain itu, sentimen pergerakan mata uang masih mendapat tekanan menjelang laporan payroll AS yang dapat membuka jalan terhadap kenaikan suku bunga Federal Reserve.