Jakarta – Ombudsman menemukan stok minyak goreng di pasar modern maupun tradisional di seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua masih langka. Harga komoditas itu khususnya di pasar tradisional, bahkan melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang dipatok Rp 14 ribu per liter.
“Stok sangat terbatas di Aceh. Di pasar tradisional, harga minyak curah sampai Rp 15 ribu per liter,” ujar Kepala Asisten Bidang Pencegahan Malaadministrasi Ombudsman Aceh Muammar dalam konferensi pers pada Selasa, 22 Februari 2022.
Ombudsman melalui kantor perwakilan di daerah melakukan pengamatan terhadap stok dan harga minyak goreng dalam dua pekan terakhir. Pengamatan dilakukan setelah pemerintah mengeluarkan aturan mengenai HET disertai kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
Kondisi di Aceh juga dirasakan oleh masyarakat di Sumatera Barat. Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat Yunesa Rahman mengatakan di pinggiran Kota Padang, stok minyak goreng di pasar kaget sampai minimarket tiris. Stok tersedia pada pagi hari, namun saat petang bahan pokok ini sudah lenyap dari rak.
Bergeser ke Bali, stok minyak goreng kemasan ditemukan di pasar tradisional. Namun harganya jauh di atas HET. Per liter, minyak goreng dilego sekitar Rp 17-19 ribu. Sedangkan di toko kelontong harga produk per liter sampai Rp 20 ribu.
Di Kalimantan Tengah, minyak goreng kemasan premium dengan harga Rp 14 ribu di pasar modern nyaris kosong. Stok tersedia di pasar atau toko tradisional, namun harga kemasan menembus Rp 22 ribu per liter.
Adapun di Jayapura, distribusi minyak goreng ke pasar modern masih sangat terbatas. Pembelian oleh masyarakat dibatasi maksimal 2 liter per orang. “Sedangkan di pasar, yang tersisa hanya stok lama dengan harga Rp 20-24 ribu per liter,” ujar Perwakilan Ombudsman Papua, Melania Pasifika Kirihio.
Sementara itu di Papua Barat, minyak goreng dengan merek-merek tertentu dijual dengan harga berkisar Rp 16-22 ribu per liter. Masyarakat saat ini kesulitan menemukan minyak dengan harga per kemasan sesuai HET atau Rp 14 ribu per liter.
Perwakilan Ombudsman dari Sulawesi Selatan, Subhan, menyatakan di daerahnya, stok minyak goreng di retail modern telah lebih dulu dipesan oleh industri. Akibatnya, stok yang ada tidak terdistribusi secara merata ke masyarakat. “Supermarket menyiapkan minyak yang sudah dipesan oleh hotel,” katanya.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan rata-rata kelangkaan stok minyak goreng didorong oleh pembatasan stok baik dari distributor maupun agen. Ombudsman menduga pembatasan ini merespons regulasi pemerintah terhadap minyak goreng yang cenderung berganti-ganti.
“Ini respons terhadap belum berhasilnya stabilisasi harga dan menjamin ketersediaan pasokan minyak sawit,” ucap Yeka.
Ombudsman pun menemukan indikasi bahwa stok minyak goreng yang ada diprioritaskan untuk konsumen industri, seperti restoran. Adapun angka kepatuhan terhadap HET, diketahui pada umumnya pedagang di retail dan pasar tradisional tidak mengikuti ketentuan.
Ombudsman mencatat tingkat kepatuhan terhadap HET minyak goreng di retail dan pasar tradisional masing-masing hanya 10,19 persen dan 12,8 persen. Sedangkan di pasar modern atau mal dan retail modern, angka kepatuhannya 69,8 persen dan 57,14 persen.