Banda Aceh – Pemerintah Aceh bakal menghentikan pembayaran premi kesehatan 2,2 juta masyarakat mulai bulan depan. DPR Aceh menyebutkan penghentian itu dilakukan untuk mengevaluasi BPJS.
“Penghentian ini kesepakatan DPR Aceh dan pemerintah Aceh, ini juga akibat ugal-ugalan BPJS. Berapa kali kita minta data sampai hari ini saya belum dapat data JKN-KIS. Kita ingin cek by name by address, jangan-jangan ada yang dobel,” kata Ketua Komisi V DPR Aceh M Rizal Falevi Kirani kepada wartawan, Jumat (11/3/2022).
Falevi mengatakan dana yang dikucurkan untuk membayar premi 2,2 juta warga mencapai Rp 1,2 triliun setiap tahunnya. Mereka ditanggung pembayaran premi lewat program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
“Penghentian ini juga untuk mengevaluasi BPJS. Menurut saya, Aceh dirugikan selama ini. Karena semua premi kita tanggung, misalnya orang sudah ada BPJS mandiri tapi pemerintah Aceh juga menanggung itu,” ujarnya.
Politikus Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini menyebutkan evaluasi kerja sama antara BPJS dan pemerintah Aceh dilakukan setelah DPRA banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat. Beberapa keluhan antara lain BPJS tidak meng-cover semua jenis penyakit serta sistem rujukan yang dinilai ribet.
Dia mencontohkan penyakit kanker hanya ditanggung untuk stadium tiga dan empat. Hal itu dinilai bertentangan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), yang mensyaratkan semua jenis penyakit ditanggung.
“Ada jenis penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS, padahal berdasarkan RPJM semua rakyat Aceh, apa pun penyakitnya, ditanggung oleh JKA. Tetapi faktanya itu tidak,” jelas Falevi.
Menurutnya, setelah penghentian itu, DPR Aceh dan pemerintah Aceh bakal melakukan evaluasi untuk membuat skema baru. Kerja sama yang dilakukan sekarang dinilai hanya menguntungkan pihak BPJS.
“Ini kan semua preminya ditanggung, anak belum lahir saja sudah ditanggung. Ini kan bahaya betul dalam serapan anggaran, apalagi kita defisit anggaran. Dana Otsus sudah berkurang,” jelas Falevi.
“Makanya pemerintah Aceh harus punya skema dalam penetapan premi ke depan untuk meng-cover rakyat Aceh tersebut. Ini yang harus dikejar dan harus ada formulasi sehingga bantuan layanan kesehatan untuk rakyat Aceh itu betul-betul menyentuh pihak yang membutuhkan,” lanjutnya.
DPR Aceh bakal segera memanggil pihak BPJS dalam waktu dekat untuk membahas masalah tersebut. Falevi menyebut pihaknya akan membenahi mana peserta yang ditanggung premi dan mana yang tidak.
Falevi menargetkan evaluasi dapat selesai dilakukan dalam waktu dekat. Selain itu, Falevi menginginkan program JKA tetap berlanjut meski nanti kerja samanya bukan lagi dengan BPJS.
“Boleh jadi kembali ke sistem awal (berobat hanya pakai KTP), tapi hal itu harus dikaji apa plus-minusnya, bagaimana sistemnya. Mungkin nanti tidak pakai KTP lagi, tapi bisa menggunakan E-JKA atau bahkan bisa login dari HP. Apalagi sekarang kan serbamudah,” ungkap Falevi.
Sebelumnya, pemerintah Aceh bakal menghentikan pembayaran premi kesehatan 2,2 juta masyarakat mulai bulan depan. Premi warga tersebut selama ini ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
“Anggaran JKA yang menanggung masyarakat mampu dihentikan per 1 April. Kita harapkan masyarakat yang mampu bisa langsung melanjutkan pembayaran premi BPJS secara mandiri,” kata juru bicara pemerintah Aceh Muhammad MTA kepada detikcom, Kamis (10/3).
Muhammad menjelaskan, selama ini ada empat kategori premi kesehatan di Aceh, antara lain ditanggung JKA 2,2 juta jiwa, peserta mandiri 123 ribu orang, dan 801 ribu merupakan PNS/TNI. Masyarakat yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berjumlah 2,1 jiwa.
JKN-KIS sebenarnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin. Menurut Muhammad, jumlah masyarakat miskin di Aceh berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 819 ribu orang.
“Kalau kita merujuk pada angka data resmi yang dikeluarkan oleh BPS bahwa masyarakat miskin Aceh 15 persen. Namun pemerintah pusat plotting 2,1 juta tanggungan JKN-KIS buat Aceh. Artinya, selain masyarakat miskin, sebagian besar dibantu masyarakat menengah ke atas,” jelas Muhammad.