LAUTNYA indah dan eksotis. Di sinilah para wisatawan datang jauh-jauh untuk menyelam. Baik asing maupun lokal. Ada beragam bioda laut di sana.
Hutannya asri. Suara jangkrik yang terdengar melengking di antara rerumputan dan ilalang. Burung-burung berwarna yang terbang bebas di udara serta suara ombak yang menghantam pantai.
Birunya air laut membuat mata nyaman memandang.
Perpohonan tumbuh lebat mengelilingi bangunan-bangunan. Salah satunya adalah gedung bekas pusat karantina haji semasa Belanda.
Kemolekan ini berasal dari Pulau Rubiah. Rubiah merupakan salah satu pulau kecil di Kota Sabang, Provinsi Aceh.
Konon, nama Rubiah sendiri diambil dari salah seorang wanita yang pernah tinggal di sana dengan nama Cut Nyak Rubiah. Makamnya bisa ditemukan di pulau tersebut.
Ke sanalah atjehwatch.com berkunjung pada awal tahun 2022 lalu. Tim atjehwatch.com hadir bersama beberapa jurnalis lainnya. Saat kami datang, ada beberapa turis lokal yang sedang menyelam di sana.
“Selama pandemi, yang banyak berkunjung adalah turis lokal. Kalau turis asing, kurang. Kan sedang lockdown,” kata pemandu kami. Ia bernama Khairul Muhammad, 37 tahun, warga Kota Sabang.
“Para wisatawan bermalam di Iboh Sabang, dan tujuan utamanya adalah menyelam di taman laut Pulau Rubiah,” kata Khairul lagi.
“Kalau awal tahun dan akhir tahun. Sabang biasanya memang ramai. Terutama pengunjung di Pulau Rubiah,” ujar Khairul lagi.
Ya, Rupiah merupakan primadona di Sabang dan Aceh pada umumnya. Awal tahun, pulau kecil ini selalu jadi incaran para wisatawan untuk snorkeling.
Para turis datang untuk menikmati alamnya yang indah dan asri. Terutama menjajal taman laut yang luasnya mencapai 2.600-an hektare.
Menurut Ilham, 25 tahun, warga lokal lainnya yang datang bersama, Pulau Rubiah kini tidak berpenghuni. Hanya ada beberapa warga yang membuka warung di sini untuk berdagang.
“Ada banyak pilihan spot wisata di sini. Mau snorkeling, ada taman bawah laut yang indah. Pemandangan di sini juga sangat indah. Kemudian juga ada gedung bekas pusat karantina haji pertama semasa penjajahan Belanda. Itu bisa jadi wisata sejarah,” kata dia.
“Atau menjadi kuburan Nyak Rubiah untuk wisata mistis-nya,” tambah Khairul.
Usai berenang di Pantai Rubiah. Kami pun menelusuri hutan Pulau Rubiah. Sasarannya adalah gedung bekas pusat karantina haji di masa lalu.
Gedung ini terletak di tengah pulau Rubiah, Sabang. Lokasinya sekitar 150 meter dari dermaga pulau Rubiah yang merupakan surga snorkling bagi wisatawan.
Konon, berdasarkan berbagai sumber, pada masa awal pembangunannya, ada beberapa gedung yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektar pada pulau tersebut. Namun, saat ini hanya tersisa dua bangunan tua yang sudah tidak terawatt. Sedangkan bangunan lainnya telah lapuk oleh usia. Ya, karena bangunan ini dibangun sekitar tahun 1920.
Di sinilah, dulunya, masyarakat Aceh yang hendak berangkat ke Mekkah dikarantina.
“Karantina satu bulan. Proses keberangkatan mencapai 3 bulan. Itu perginya saja. Makanya, orang yang berangkat haji dulu, dipeusijuek. Karena belum tentu pulang dengan selamat,” kata Ruslan, warga Sabang lainnya.
Rombongan ini berada di lokasi sekitar 2 jam lamanya.
Saat itu, hari mulai sore, Mustafa mengajak rombongan untuk kembali ke pantai dan menggunakan perahu ke Iboh.
Padahal tim atjehwatch.com belum sepenuhnya menjelajahi Rubiah. Termasuk berkunjung ke makam dara cantik itu. []

Tulisan ini merupakan hasil kerjasama antara Dinas Pariwisata Aceh dengan atjehwatch.com dalam rangka promosi wisata di Aceh.