BANDA ACEH – Mayoritas masyarakat di Aceh menilai keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) belum mampu menyentuh subtansi persoalan yang terjadi.
“Secara lahiriah memang melindungi korban serta mempidanakan pelaku. Tapi ada hal-hal lain yang subtantil yang implementasinya melahirkan hal hal yang bertentang dengan nilai nilai luhur Pancasila dan norma-norma, adat istiadat serta agama yang berlaku,” kata Senator DPD RI HM Fadhil Rahmi Lc MA.
Hal ini disampaikan pria yang akrab disapa oleh Syech Fadhil itu dalam paripurna DPD RI yang berlangsung pada Selasa 15 Maret 2022.
“Bahwasannya masyarakat menilai RUU ini tidak akan menyelesaikan persoalan yang terjadi,” kata Syech Fadhil.
“Pemerintah harus mendengar aspirasi masyarakat agar RUU ini mampu menyelesaikan akar persoalan kejahatan seksual,” kata dia.
Menurut Syech Fadhil, dirinya juga sudah menerima masukan dan aspirasi dari Aliansi Muslimah Aceh terkait RUU TPKS.
“Nanti juga akan saya serahkan langsung ke pimpinan. Ini juga sudah kita kirim ke Banleg DPR RI. Forum Bersama DPR RI dan DPD RI asal Aceh. Kemudian juga kepada Komite III untuk diteruskan ke Banleg,” ujarnya lagi.
Sebagaimana yang diketahui, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum juga disahkan. Padahal RUU ini sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan sejak Tahun 2012 lalu.
Keberadaan RUU ini ditolak oleh sejumlah kalangan, termasuk mayoritas masyarakat di Provinsi Aceh.
Alasan RUU ini ditolak karena rancangan tersebut dinilsai tidak memasukkan tindak pidana kesusilaan secara komprehensif yang meliputi; kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan dalam seksual.
Selain itu, juga dianggap belum menyentuh subtansi masalah kekerasan seksual yang kerap terjadi selama ini seperti yang disampaikan Syech Fadhil.