Jakarta – Bulan suci ramadan telah berakhir dan Idul Fitri harusnya menjadi momen kebahagiaan bagi umat muslim. Namun tidak sedikit umat muslim yang memilih berhemat agar tidak besar pasak daripada tiang.
Hal tersebut terungkap lewat sebuah survei yang dilakukan TheMarker di Social Policy Institute, Universitas Washington berkolaborasi dengan Mastercard Israel dan Nasreen Haddad Haj-Yahya. Responden survei ini adalah umat muslim di Israel, yang menggambarkan diri mereka bukan umat yang taat.
Dari survei itu terungkap sebanyak 97 persen responden menyebut mereka menjalani puasa ramadan selama 30 hari. Survey juga mengungkap lebih banyak perempuan berpuasa ketimbang laki-laki. Selain puasa, ibadah lain di bulan ramadan yang paling disukai adalah bersedekah.
“Masyarakat muslim di Israel telah mengalami religiulitas yang mendalam dalam beberapa dekade. Ada 79 persen komunitas muslim yang berpuasa, termasuk orang-orang yang kurang religius. Ini bukan hal yang sepele,” kata Haddad Haj-Yahya, co-founder dan mitra di NAS Research & Consulting.
Menurut Haj-Yahya, temuan lebih banyak perempuan yang berpuasa memperlihatkan perbedaan dalam angkatan kerja. Perempuan lebih bisa puasa karena pekerjaan mereka lebih sedikit dari laki-laki yang lebih banyak bekerja secara fisik di sektor-sektor tertentu.
Menurut survei, sebanyak 89 persen responden yang bisa menjalankan ibadah puasa berada di usia antara 30 – 49 tahun. Hanya 68 persen responden usia 18 – 29 tahun yang berpuasa.
Haj-Yahya mengatakan rendahnya jumlah komunitas muslim yang berpuasa di kelompok usia muda, memperlihatkan adanya proses modernisasi di kalangan umat muslim Israel dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun ramadan adalah momen khusus bagi perekonomian Israel, namun dampaknya (Ramadan tahun ini) belum dievaluasi oleh lembaga negara, seperti Menteri Keuangan, bank sentral Israel, biro statistik atau Knesset Research and Information Center. Maka survei ini memperlihatkan terobosan yang signifikan dalam memahami kelebihan dan kekurangan bulan ramadan.