Jakarta – Harga minyak dunia pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB naik lebih dari 1 persen. Penguatan harga komoditas ini seiring penurunan persediaan minyak mentah AS di tengah lonjakan permintaan bahan bakar. Turunnya persediaan minyak tersebut mengabaikan kesepakatan OPEC+ untuk menggenjot produksi guna mengkompensasi penurunan produksi dari Rusia.
Adapun harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik US$ 1,32 atau 1,1 persen menjadi US$ 117,61 per barel. Untuk minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Juli naik US$ 1,61 atau 1,4 persen menjadi US$ 116,87 per barel.
Sejumlah pengamat menilai kenaikan harga minyak di antaranya didorong oleh paket sanksi keenam Uni Eropa terhadap Rusia. Paket sanksi tersebut akan mencakup larangan segera atas kontrak asuransi baru untuk kapal yang membawa minyak Rusia dan penghentian kontrak yang ada selama enam bulan.
Data pemerintah menunjukkan bahwa penurunan stok minyak mentah dan bahan bakar AS pada pekan lalu terjadi karena permintaan terus melampaui pasokan. Walhasil, persediaan minyak mentah komersial berkurang bahkan ketika lebih banyak cadangan strategis memasuki pasar.
Penurunan stok minyak mentah AS mencapai 5,1 juta barel. Padahal sebelumnya para analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan penurunan stok hanya mencapai 1,3 juta barel.
Sebelumnya, pada Kamis pagi, harga minyak turun karena Arab Saudi dan negara-negara OPEC+ lainnya sepakat menggenjot produksi minyak untuk mengimbangi kehilangan produksi Rusia. Kesepakatan ini dicapai untuk meredakan lonjakan harga minyak dan inflasi serta memuluskan jalan bagi kunjungan pemecah kebekuan ke Riyadh oleh Presiden AS Joe Biden.
Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak dan sekutunya, termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, setuju mengerek produksi sekitar 650.000 barel per hari dalam dua bulan ke depan dari 432.000 barel per hari saat ini.
Presiden Lipow Oil Associates di Houston, Andrew Lipow, menyatakan OPEC+ setuju menambah kuota produksi mereka sedikit lebih banyak dari yang diharapkan pasar. “Pada kenyataannya sangat sedikit untuk menambah pasokan tambahan karena OPEC+ sudah gagal memenuhi kuota yang ada lebih dari dua juta barel per hari,” tuturnya.
Ia mengungkapkan minyak sebagian besar lebih tinggi selama beberapa minggu karena ekspor Rusia telah ditekan oleh sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Moskow atas invasinya pada 24 Februari ke Ukraina. “Tindakan yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus.”
Pasar, kata Lipow, juga mendapat dukungan dari kemunculan bertahap Cina dari lockdown yang lebih ketat akibat meluasnya Covid-19. Sementara produksi minyak dari Rusia telah turun sekitar satu juta barel per hari menyusul sanksi.
Sementara itu, salah satu sumber OPEC + yang mengetahui posisi Rusia mengatakan Moskow menyetujui produsen lain meningkatkan produksi untuk mengkompensasi produksinya yang lebih rendah, tetapi tidak harus menutupi semua kekurangan. Kremlin juga mengatakan dapat mengubah rute ekspor minyak untuk meminimalkan kerugian akibat sanksi Uni Eropa. Meski begitu, para analis tetap skeptis.
Analis Commerzbank, Carsten Fritsch, tak yakin sejumlah skenario itu bisa berhasil. “Oleh karena itu, produksi minyak Rusia kemungkinan akan turun lagi dalam beberapa bulan mendatang,” ucapnya sambil mempertanyakan kemampuan OPEC+ untuk menambah lebih banyak minyak dunia ke pasar.