Jakarta – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, sebagai faktor utama penyebab merosotnya lembaga anti rasuah tersebut. Integritas KPK, menurut dia, runtuh sejak awal Firli menjabat.
“Jadi memang kemerosotan kinerja KPK salah satu faktor utamanya memang Pak Firli,” kata Boyamin kepada ANTARA di Jakarta, Kamis, 30 November 2023.
Boyamin menilai integritas KPK runtuh sejak awal Firli menjabat sebagai pimpinan KPK, jauh sebelum dia ditetapkan sebagai tersangka aksus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Pasalnya, purnawirawan Polri berpangkat komisari jenderal (komjen) itu sudah membuat berbagai drama yang menjadi sorotan publik.
Boyamin menyinggung drama Firli Bahuri sejak menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Saat itu, Firli diketahui sempat bertemu dengan pihak yang berhubungan dengan perkara yang sedang ditangani KPK.
“Itu dramanya sudah sejak zaman deputi. Udah pelanggaran kode etik dan pertama kali baru bertugas belum beberapa bulan, kemudian kasus helikopter pulang kampung,” katanya.
Kasus sewa helikopter dinilai sebagai gratifikasi
Kasus penyewaan helikopter untuk pulang kampung, menurut Boyamin bukan sekadar pelanggaran kode etik karena bergaya hidup mewah. Dia menilai ada unsurt gratifikasi dalam kasus ini. Alasannya karena helikopter tersebut disediakan oleh perusahaan yang terafiliasi dengan kasus yang sedang ditangani KPK.
“Gratifikasi dalam pengertian karena dapat diskon besar, harusnya minimal (sewa heli) itu adalah Rp 20 juta untuk operasionalnya saja, tapi ini Rp 7 juta satu jam, itu diskon dengan alasan COVID. Diskon itu gratifikasi,” kata Boyamin.
Selain itu, lanjut Boyamin, terdapat juga konflik kepentingan dalam kasus helikopter itu. Pasalnya, kasus yang melibatkan perusahaan penyedia helikopter tersebut sudah dalam tahap penyidikan.
Firli Bahuri diketahui sempat menyewa sebuah helikopter saat pulang kampung ke Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, pada Juni 2020. Berdasarkan penelusuran Tempo, helikopter dengan nomor registrasi PK-JTO itu disewakan oleh PT Air Pasifik Utama.
Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menyatakan bahwa komisaris perusahaan itu pernah diperiksa KPK dalam kasus pengurusan izin Meikarta yang menyeret mantan Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.
Dalam pembelaannya, Firli menyatakan menyewa helikopter itu dengan uang pribadinya. Hanya saja, dia mengaku mendapatkan diskon saat itu dengan hanya membayar Rp 7 juta per satu jam. Dewan Pengawas (Dewas) KPK pun akhirnya memutuskan kasus ini hanya sebagai pelanggaran etik ringan karena Firli dianggap bergaya hidup mewah.
Boyamin menyesalkan putusan Dewas KPK dalam kasus itu. Saat itu, Firli Bahuri hanya mendapatkan sanksi ringan. Apalagi Firli dinilai tak jera.
“Setelah saya laporkan dan diputus Dewas KPK tidak menjadikan Pak Firli untuk memperbaiki kinerjanya, tapi malah masih banyak drama-drama lagi,” ujar Boyamin.
Selain faktor Firli Bahuri, Boyamin juga mengatakan kemerosotan kinerja KPK terjadi sejak revisi Undang-Undang KPK. Dia menyoroti dua hal dalam revisi tersebut yang dianggap menjadi penyebab kemerosotan. Pertama, menurut Boyamin, Pimpinan KPK tak lagi memiliki kewenangan dalam penyidikan dan penuntut.
Selain itu, dalam undang-undang tersebut dikatakan KPK sebagai rumpun eksekutif yang berarti berada di bawah kendali pemerintah.
“Artinya apa, itu sangat berpengaruh karena pimpinan KPK hanya sebagai fungsi-fungsi administrasi meskipun pimpinan KPK punya kewenangan, tapi betul-betul mendegradasi kewenangan KPK,” kata Boyamin.
Boyamin pun menilai kinerja KPK merosot jauh dibandingkan Kejaksaan Agung yang mendapat penilaian tingkat kepercayaan tertinggi publik 81,2 persen pada Juni 2023 lalu.
Hal ini, kata Boyamin, karena Kejaksaan Agung berhasil mengusut kasus-kasus besar seperti minyak goreng, Duta Palma, Jiwasraya, Asabri, satelit Kemhan, Bakti Kominfo, hingga pembentukan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) dalam menyelesaikan perkara koneksitas sipil dan TNI.
Berbeda dengan KPK, saat mengusut kasus korupsi di Basarnas, menurut Boyamin justru melakukan penetapan tersangka di luar kewenangan karena tidak memiliki penyidik gabungan (koneksitas).
“Nah KPK kemarin yang Basarnas dari TNI itu timbul tragedi, karena mengumumkan tersangka TNI tapi tidak punya kewenangan. Harusnya tim gabungan, tapi tidak pernah dibentuk sampai sekarang,” kata Boyamin.
Firli jalani pemeriksaan sebagai tersangka
Firli Bahuri menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus penerimaan suap dan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo hari ini, Jumat, 1 Desember 2023. Pemeriksaan itu dilakukan tim penyidik Polda Metro Jaya di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus penerimaan suap dan/atau pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Firli dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12B, dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
Firli Bahuri diduga melakukan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo agar kasus korupsi di Kementerian Pertanian tidak diproses. Syahrul sendiri saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan oleh KPK.